Pada kesempatan tersebut, Erdogan juga mengecam keras petisi rasis penuh kebencian yang beredar di Prancis. Seperti diwartakan sebelumnya, petisi yang ditanda tangani tokoh-tokoh Prancis itu menyeru agar beberapa ayat dalam Al-Quran dihapus.

Kandidat dari 'Koalisi Rakyat', yang juga Presiden Turki saat ini, dinilai banyak pihak akan meraih kemenangan dengan mudah. Setidaknya lima poin inilah yang membedakan antara Erdogan dengan para pesaingnya.

Pada Februari lalu, IAEA mengeluarkan laporan yang menyebut bahwa Iran komitmen dengan kesepakatannya. Laporan ini juga disambut oleh pihak terkait, termasuk AS. Oleh karena itu, keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran akan membawa ketidakjelasan.

Sebelumnya, pada Kamis (03/05) lalu surat kabar Israel, Haaretz, melaporkan bahwa Indonesia akan mengizinkan pemukim Israel untuk melakukan kunjungan dengan visa turis. Tak ayal, pemberitaan tersebut segera ramai diperbincangkan.

Spekulasi tentang kemungkinan negosiasi antara Jamaah Ikhwanul Muslimin dan Rezim Kudeta Mesir terus bergulir. Tampaknya, tema penting yang menjadi sorotan dalam kemungkinan ini adalah tentang masa depan legitimasi Presiden Muhammad Mursi.

Hubungan Turki dengan Saudi dan UEA cukup terdampak dengan adanya Krisis Teluk dan pemboikotan Qatar. Sikap netral Turki justru menimbulkan pernyataan-pernyataan negatif dari kedua negara terhadap Ankara.

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) kembali menegaskan penolakannya terhadap klaim sepihak Amerika Serikat tentang status Al-Quds, beserta pemindahan kedutaan.

Pemasangan rambu penunjuk arah ini dilakukan sebelum peresmian kedutaan besar AS di Kota Al-Quds. Menurut jadwal, peresmian akan dilakukan pekan depan, bertepatan dengan Hari Nakbah Palestina ke 70.

Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menyebut Muslim Rohingya masih terus melarikan diri ke Bangladesh. Sejak awal tahun 2018 ini saja terdapat sekitar 8000 Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kampung halaman mereka di Rakhine, Myanmar.

Amerika Serikat diminta menghentikan bantuan militernya kepada Saudi dalam memerangi milisi Syiah Hutsi. Disebutkan, kampanye militer Saudi di Yaman menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia saat ini.