dakwatuna.com – Fenomena seks bebas di kalangan remaja, sungguh sangat memprihatinkan di negeri ini. Berbagai penyimpangan seks dilakukan remaja berawal dari budaya pacaran yang tidak lagi dianggap tabu dalam masyarakat. Mereka dengan terang-terangan berduan di tempat yang ramai. Seperti di taman kota, tepi pantai dalam tenda ceper, mall sambil belanja atau sekedar mejeng, nonton bareng dan tempat keramaian lainnya.
Mereka tidak risih menampakkan kemesraan di hadapan orang banyak. Mulai berpegangang tangan dan saling berpandangan mesra dengan banyak cerita indah. Bagaimana di tempat yang sepi? Tentu mereka lebih berani lagi untuk menyatakan cintanya dengan saling merabah, berpelukkan, berciuman dan berakhir dengan hubungan intim. Corak hidup yang permisif (serba boleh) ini menghiasi sebagian kehidupan remaja dengan alasan mengikuti tren zaman.
Hasil riset dari Komnas HAM Perlindungan Anak, menggambarkan perilaku seks bebas di kalangan remaja menujukkan kecendrungan yang meningkat. Dari data yang diperoleh, terungkap bahwa separuh remaja perempuan lajang yang tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Tenggerang dan Bekasi telah kehilangan keperawanan dan mengaku melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan, tidak sedikit yang mengalami kasus hamil di luar nikah. Ironisnya, temuan serupa juga terjadi di kota-kota besar lainnya. Seperti Surabaya, Medan, Bandung dan Yogyakarta.
Sementara Yayasan Kita dan Buah Hati (YKB) mengadakan riset tentang kesiapan anak menghadapi masa pubertas. Dari penelitian tersebut, didapatkan temuan yang mencegangkan. Anak SD kelas 4 dan 5 sudah mengenal pornografi yang tidak terbayangkan oleh para relawan YKB sebelumnya. Kemudian, lembaga ini juga mengemukakan, ”Kecenderungan seks bebas di kalangan usia 13 hingga 18 tahun membawa dampak pada rentannya kesehatan alat reproduksi, penularan penyakit infeksi HIV/AIDS, kasus kehamilan di luar nikah sampai pada praktek aborsi illegal.”
Begitulah gambaran tragis yang dialami oleh remaja masa kini. Seharusnya, pada masa emas ini digunakan untuk mempersiapkan diri meraih masa depan yang cerah dengan bersungguh dalam belajar. Namun, masa indah remaja yang penuh warna dirusak oleh perilakunya sendiri dengan pergaulan bebas yang menggila. Fenomena ini juga terjadi di Ranah Minang yang mempunyai falsafah hidup religius. Kasus cinta terlarang sebagaimana yang diberitakan secara massif oleh media lokal belakangan ini, membuat Ranah Batuah ini meradang dan terguncang.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh orang tua dalam menyelamatkan masa depan anak remajanya? Harus ada usaha perlindungan yang diberikan orang tua secara berkesinambungan dalam menghindari remaja dari seks bebas. Dalam hal ini, ada beberapa tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh orang tua pada anak remajanya sebelum mereka terpedaya dari pergaulan bebas yang berbahaya.
Pertama, orang tua harus melindunggi anaknya dengan nilai-nilai agama. Pendidikan agama dalam keluarga hendaknya menjadi prioritas dalam membentenggi anak dari pengaruh negatif yang menggoda. Orang tua harus mampu menanamkan keyakinan dan ketaatan beribadah bagi anak-anaknya. Keyakinan dan ketaatan (melaksanakan shalat) inilah yang akan menuntun mereka dalam kehidupan termasuk dalam pergaulan remaja. Mereka tidak akan mudah terpengaruh dari pergaulan bebas. Mereka menyadari besarnya bahaya dari tindakan yang akan merusak dirinya dan masa depannya. Untuk itu, orang tua harus ketat terhadap pelaksanaan shalat anaknya sebagai bentuk perlindungan pada anak dari seks bebas.
Kedua, melindungi anak dari pergaulan yang tidak benar. Orang tua harus mengetahui betul keadaan pergaulan anak remajanya. Orang tua tidak boleh membiarkan anaknya bergaul dengan siapa saja. Selektif dalam mencari teman sangat membantu remaja terlindung dari pergaulan bebas. Seringkali seks bebas berawal dari ajakan dan pengaruh dari teman sepermainannya. Untuk itu, orang tua harus mampu memberikan pemahaman pada anak tentang bahaya seks bebas dan dosa besar sebagai konsekwensi dari perbuatan bejat itu. Pemahaman ini harus diberikan secara persuasif pada anak sehingga mereka mudah menerimanya dan berusaha berhati-hati dalam pergaulan.
Ketiga, orang tua harus melindunggi anak remajanya dari efek negatif perkembangan teknologi dan informatika yang serba canggih. Berbagai tontonan atau tayangan yang tidak sehat sangat mudah diakses oleh anak remaja kita. Dari hasil riset yang ditemukan oleh Komnas Perlindungan anak dinyatakan bahwa faktor penyebab terbesar terjadinya seks bebas di kalangan remaja karena pengaruh pornografi atau pornoaksi.
Setelah menonton film porno, mereka ingin melakukan hal yang sama karena dorongan nafsu seksual yang menggelora. Untuk itu, orang tua harus sangat berhati-hati dalam menyikapi fenomena ini. Dengan pendekatan pribadi yang penuh kasih sayang, maka orang tua harus mampu menyakinkan anaknya akan bahaya pornografi. Orang tua harus selalu memberi perlindungan pada anak dengan menghadirkan tontonan yang sehat dan penuh makna yang akan membentenggi anaknya dari bahaya seks bebas.
Redaktur: Pirman
Beri Nilai: