Pernyataan Trump tercermin dalam pertemuannya dengan PM Israel Benyamin Netanyahu di New York, Rabu (26/090) kemarin. Trump tampak tidak cukup kuat mempromosikan kesepakatan abad ini. Tantangan datang dari mulai kedalaman krisis yang dihadapi Washington, kegagalan untuk meyakinkan sekutu-sekutu Arab, serta Uni Eropa yang mengisyaratkan dukungan penuh untuk solusi dua negara.
Taruhan Netanyahu pada Trump seakan kalah saat sang Presiden AS itu untuk pertama kalinya mengatakan “Israel harus melakukan sesuatu untuk Palestina”.
Bahkan Trump menambahkan, “Aku menyukai solusi dua negara, dan aku ingin mencapai kesepakatan antara Israel dan Palestina selama periode pertama jabatan ini.”
Israel lebih memilih bersikap diplomatis dalam menanggapi pernyataan Trump. Netanyahu tampak lebih memilih untuk memuji hubungan kedua negara dan mengapresiasi sikap keras Trump kepada Iran.
“Pertemuan mengesankan dengan Presiden AS Donald Trump. Aku sampaikan terima kasih atas dukungan Anda untuk negara Israel,” tulisnya di Twitter.
Sebaliknya, Netanyahu tidak mengomentari sedikit pun pernyataan Trump tentang solusi konflik Palestina-Israel. Padahal Trump menyebut lebih suka solusi dua negara dan menunda pengumuman kesepakatan abad ini, yang telah dimulai dengan pemindahan Kedubes AS ke Al-Quds dan pengakuan Al-Quds ibu kota Israel.
Penolakan
Penolakan justru keluar dari koalisi Netanyahu dan sayap kanan Israel yaitu Ketua Partai ‘Rumah Yahudi’ yang juga Menteri, Naftali Bennet.
“Presiden Amerika sahabat yang tulus bagi Israel. namun selama kami di pemerintahan, tidak akan pernah berdiri negara namanya Palestina,” katanya.
Anggota Knesset Israel, Betzalel Smutritch tampil lebih keras lagi. Melalui Twitter ia menulis, “Trump mengerti sedikit tentang konflik di Timur Tengah.”
“Akan sangat aneh untuk mengulangi kesalahan pendahulunya jika ia mencoba mempromosikan solusi berdasarkan penciptaan entitas teroris yang bermusuhan dan terus mencari cara untuk menghancurkan Negara Israel,” imbuhnya. (whc/dakwatuna)
Redaktur: William
Beri Nilai: