dakwatuna.com – Menjadikan jamban sebagai wadah makanan cermin dari ketidakmampuan kita memilah dan menempatkan sesuatu pada posisi semestinya. Kita menjadi bangsa yang tak lulus klasifikasi.
Jadi tak perlu heran jika ada fenomena:
- Orang berpuasa diminta menghormati orang tak berpuasa.
- Penguasa yang sudah jelas korupsi berdasarkan laporan BPK, tapi cukup mengembalikan uang sebesar Rp 191 miliar sehingga bebas dari jerat hukum.
- Pengemplang pajak diberi karpet merah via Tax Amnesty dan hanya PKS yang menolaknya.
- Penghina lambang negara menjadi Duta Pancasila.
- Pembakar masjid di Tolikara justru diundang ke Istana Negara
- Razia warung yang buka di siang hari saat Ramadhan justru dibully dengan framing menyudutkan Islam.
- Buronan BLBI disambut pejabat negara dengan pelayanan VVIP saat tiba di Indonesia.
- Dan lain-lain lagi.
Semua yang salah menjadi benar, dan yang benar menjadi salah. Namun kita menilai semua itu baik-baik saja.
Persis seperti menempatkan makanan di jamban. Kita mengambil makanan tersebut lalu melahapnya tanpa merasa jijik atau ada yang salah dengan hal tersebut.
Jika untuk urusan mencari wadah makanan saja kita tak lulus, tidak perlu heran jika urusan mengelola negeri ini pun kita makin kehilangan arah. #SaveIndonesiaKu (erwyn/dakwatuna.com)
Redaktur: Samin Barkah
Beri Nilai: