dakwatuna.com – Kabut asap belum juga berhenti bahkan cenderung bertambah pekat. Beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan masih diselimuti kabut asap bahkan kabutnya semakin pekat. Asap pekat sangat terasa di propinsi Riau, Jambi dan Palembang, tidak hanya terasa di siang hari namun juga pada malam harinya. Hal yang serupa juga dirasakan pada hampir seluruh daerah di Sumbar. Kepekatan kabut asap menyebabkan kualitas udara, tidak sehat lagi dan sangat membahayakan kesehatan masyarakat seperti ISPA, astma, flu, gangguan mata dan penyakit paru-paru. Hal inilah yang menyebab beberapa kota atau kabupaten di Sumbar, telah meliburkan pelajar dari aktivitas belajar di sekolah untuk menghindari dampak hebat dari kabut asap tersebut. Masyarakat diminta untuk menjaga kesehatan diri dengan meningkatkan kekebalan tubuhnya dengan banyak mengonsumsi makanan yang bergizi plus buah-buahan dan sayuran, banyak minum air putih, tidak banyak beraktivitas di luar rumah dan memakai masker ketika berpergian atau ke luar rumah.
Akibat kabut asap, dari segi ekonomi juga sangat terasa. Berbagai aktivitas kerja mengalami banyak kendala. Masyarakat tidak bisa lagi dapat bekerja dengan leluasa seperti biasanya. Hasil sawah dan ladang tidak lagi maksimal karena banyak tanaman yang tidak mendapat cahaya matahari karena terhalang kabut yang semakin pekat. Jadwal penerbangan di daerah yang berkabut dihentikan sementara sampai dinyatakan aman untuk penerbangan. Lokasi wisata kelihatan sepi dari pengunjung baik domestik ataupun manca negara. Sementara aktivitas jual beli di pasar juga berkurang karena kurangnya hasil pertanian atau perkebunan yang akan dipasarkan dan banyak lagi dampak negatif yang dirasakan masyarakat dari bencana kabut asap yang sampai saat ini belum teratasi.
Bahaya Kabut Dosa
Kenapa kabut asap sangat sulit diatasi? Sekalipun fenomena ini sudah setiap tahun terjadi namun tetap belum mendapatkan solusi yang berarti. Apakah problema ini ada kaitannya dengan tingkah pola dan kabut dosa manusia? Bagaimana bahaya kabut dosa dan hubungannya dengan kabut asap? Ternyata, bahaya kabut dosa lebih dahsyat lagi jika dibandingkan dari kabut asap. Kabut dosa tidak hanya menutup mata untuk bekerja tetapi juga menutup jiwa untuk sulit beribadah. Bahaya kabut dosa tidak hanya dirasakan di dunia akan tetapi juga di akhirat sana. Bahkan Kabut dosa menjadi penyebab terjadinya banyak musibah dan prahara. Kabut dosa adalah dosa-dosa yang dilakukan manusia yang akan menutup wilayah hatinya sehingga sulit baginya untuk mendapatkan hidayah. Itu sebabnya, banyak orang yang berani dan tidak takut melakukan dosa dan kemaksiatan. Di saat yang sama sulit baginya beribadah dan menambah amal ibadah untuk bekal akhirat kelak.
Lalu apakah, ada hubungan antara kabut asap dengan kabut dosa? Bagi kebanyakan orang , tidak menemukan tali penghubung antara kedua kabut ini. Mereka tidak pernah memperbincangkan korelasi antara kabut asap dengan kabut dosa. Yang terbayang bagi mereka, adalah kabut asap terjadi karena pembakaran hutan yang tak terkendali dan tidak turunnya hujan dalam waktu yang lama. Kabut asap sudah menjadi kejadian biasa di musim kemarau panjang. Peristiwa ini sudah terjadi setiap tahun, bedanya kali ini berlangsung dalam waktu lama yang sangat merugikan masyarakat.
Secara aqidah, sangat jelas hubungan timbal balik antara kabut asap dengan kabut dosa ini. Allah berfirman dalam QS Ar Ruum 41, “ Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Ayat di atas menerangkan dengan terang benderang (tidak berkabut), hubungan antara bencana dengan perbuatan manusia. Bencana yang terjadi di bumi ini termasuk kabut asap, disebabkan oleh dosa dan salah manusia. Kabut dosalah yang mengundang datangnya kabut asap. Semakin besar kabut dosa maka semakin besar pula kabut asap yang mengganggu manusia. Sayang, tidak banyak orang yang menyadarinya hal ini, mereka hanya sekadar menyalahkan orang lain yang telah membakar hutan gambut atau lahan baru. Sementara melupakan instrofeksi diri untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa gerakan kemaksiatan mengalami frekuensi yang meningkat. Berbagai perbuatan maksiat sepertinya mendapat tempat di negeri ini. Tindakan korupsi merajalela, pembunuhan yang tiada henti, penyebaran narkoba yang sulit dibendungi, perampokan sadis, pelecehan seksual, kenakalan remaja dan kejahatan orang tua menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan. Tempat hiburan plus maksiat ramai dikunjungi namun tempat ibadah sepi dari jamaah. Ajakan bermaksiat lebih dahsyat dari ajakan pada kebaikan. Untuk bermaksiat orang berani bayar dan mengeluarkan biaya besar namun untuk beribadah yang mendapat bayaran (pahala) dari Allah ternyata tidak mendatangkan pesona bagi banyak orang. Inilah problema mendasar yang tidak disadari banyak orang sehingga bencana demi bencana akan tetap menghampiri hidup manusia.
Kembali ke Jalan yang Benar
Usaha mengatasi kabut asap telah dilakukan, seperti memadamkan kebakaran hutan dan memberi sanksi pada pembakar lahan atau hutan. Namun hasilnya belum dirasakan betul bahkan justru kabut asap semakin pekat karena semakin luasnya areal perkebunan yang terbakar. Lalu apa yang harus kita lakukan? Sungguh, jalan yang harus ditempuh manusia seperti yang dikemukakan pada ayat di atas adalah segera kembali ke jalan yang benar. Maksudnya, kita hendaknya segera bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubat nasuhah). Dengan cara ini diharapkan musibah akan dapat teratasi dan suasana alam kembali asri . Untuk memadamkan kobaran api, tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan manusia semata namun butuh bantuan Allah berupa air rahmat dari langit dengan hujanNya yang lebat. Selama ini telah dicoba membuat hujan buatan yang membutuhkan waktu lama dan biaya besar namun tidak dapat menjadi solusi dalam mengatasi kebakaran lahan dan hutan.
Makanya, solusi ampuh sebagaimana yang termaktub dalam ayat di atas, hendaknya menjadi perhatian kita. Semua komponen bangsa, baik pemimpin atau rakyat biasa, ulama atau umatnya harus mengevaluasi diri dan melakukan taubat nasional. Sungguh, sudah berat beban negeri ini dari dosa kita yang dikerjakan tiada henti. Berbagai maksiat yang hidup di tengah masyarakat justru mempercepat terjadinya musibah dan marabahaya. Kita harus mampu mengambil iktibar besar dari setiap musibah yang menimpa negeri ini. Dengan demikian kita akan berusaha kembali ke jalan yang benar dengan selalu berpegang teguh dengan agama ini. Shalat Istisqa’ yang dilaksanakan sesuai dengan sunnah dengan lantunan doa yang khusyu’ dan penuh harap. Insya Allah hujan rahmat akan turun membasahi bumi dan memadamkan kobaran api yang selama ini menyebabkan kabut asap. Semoga.
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya
Beri Nilai: