[caption id="attachment_75750" align="alignright" width="330"] Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (tempo.co)[/caption] dakwatuna.com - Jakarta. Seluruh elemen masyarakat ke depannya diwajibkan ikut bela negara. Malah mulai dari TK hingga pegawai kantoran, tidak ada yang luput dari program Kementerian Pertahanan ini "Kalau tak suka bela negara di sini, tidak cinta tanah air, ya angkat kaki saja dari sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama. Dan akan ada kurikulum untuk bela negara, mulai TK hingga perguruan tinggi," tegas Menhan Ryamizard Ryacudu dalam jumpa pers di kantornya Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/10/15) sebagaimana dilansir detikcom. Menhan Ryamizard Ryacudu menyampaikan bahwa program bela negara ini wajib dilakukan bagi warga yang berusia 50 tahun ke bawah.. "Ini menumbuhkembangkan cinta tanah air, rela berkorban, berupa latihan fisik dan psikis. Batasan umur 50 ke bawah, ini never ending process, sejak PAUD hingga perguruan tinggi," urai Ryamizard. Ryamizard beralasan bahwa bela negara merupakan kewajiban seluruh warga negara yang telah diamanatkan dalam undang-undang. "Ini hak dan kewajiban. UUD pasal 27. Hak dituntut, kewajiban dilaksanakan juga. Demo boleh, tapi negara minta warganya bela negara. Kita lahir dan besar di sini. Hidup bersama, besar bersama," terang dia. Menanggapi rencana tersebut, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanudin menilai rencana Kementerian Pertahanan merekrut 100 juta orang sebagai kader bela negara sulit dimengerti. Kementerian Pertahanan menargetkan bisa merekrut 100 juta orang dalam tempo 10 tahun ke depan. Menurut purnawirawan jenderal bintang dua itu, target tersebut terlampau fantastis jika dibandingkan dengan sarana pelatihan yang dimiliki Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) Kemenhan. Badiklat hanya mampu menampung 600 orang saja. "10 juta orang per tahun atau 833 ribu orang per bulan, jumlah ini sangat fantastis," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/10), dikutip dari cnnindonesia.com Dasar hukum ..... Ia juga mempertanyakan dasar hukum perekrutan. Selama ini aturan yang mengatur tentang bela negara dinilainya belum lengkap. Baru satu ketentuan soal bela negara yakni Undang-undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat 1 yang berbunyi, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan negara . Hal itu juga dijelaskan dalam Pasal 30 ayat 5 yang menyatakan, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan UU . Bahkan dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara disebutkan, ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu Hasanuddin menilai, hingga saat ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur tentang bela negara. Apalagi aturan turunnya seperti peraturan presiden atau keputusan presiden. Hasanuddin juga menyatakan sampai saat ini DPR bersama pemerintah belum pernah membahas secara rinci terkait anggaran yang disiapkan untuk bela negara. Bahkan dia pun mempersoalkan anggaran yang disiapkan untuk melatih 100 juta warga menjadi kader bela negara. Sebab, jika diandaikan dalam lima tahun kedepan, 100 juta warga dilatih sebanyak 50 juta orang, maka diperlukan anggaran yang mencapai ratusan triliun rupiah. "Bila biaya pelatihan per orang Rp10 juta, maka dibutuhkan anggaran Rp500 triliun, uang dari mana?" katanya. Pemerintah, kata Hasanuddin, saat ini sudah memangkas anggaran dalam pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI. Kebutuhan alutsista tahun 2016 masih kurang Rp36 triliun yang membuat target minimum esensial force (MEF) tahun 2019 sulit tercapai. Oleh karenanya, menurut Hasanudin pemerintah perlu mengkaji ulang rencana bela negara dan lebih menentukan prioritas, disaat anggaran negara semakin terbatas. (sbb/dakwatuna)