dakwatuna.com – Jakarta. Pakar Hukum Pidana, Prof. Topo Santoso menilai, pengajuan Praperadilan Suryadharma Ali diniliai tak akan bernasib sama dengan praperadilan Budi Gunawan.
Dosen Fakultas Hukum UI ini menilai, hasil putusan praperadilan Budi Gunawan belum selesai. Karena masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan. Hasil putusan praperadilan Budi Gunawan juga belum bisa dijadikan preseden. Karena sejatinya, menurut Topo putusan tersebut melanggar KUHAP.
“Jika argumen praperadilan penetapan tersangka ada di RUU KUHAP, itu kan baru rancangan, yang nantinya rancangan tersebut masih menjadi perdebatan, saya kira kasus SDA ini jauh berbeda,” ujar Topo dikutip dari ROL, Selasa (24/2/15).
Topo menilai, SDA jangan terlalu berharap pada praperadilan. Apalagi, jika landasan hukumnya adalah RUU KUHAP dan Konvensi Hak Sipil. Topo menegaskan, Indonesia sendiri menganut sistem civil law yang mengacu pada kitab perundang-undangan.
Dekan Fakultas Hukum ini juga mengingatkan Pengadilan Negeri Jaksel seharusnya lebih berhati hati dalam menangani praperadilan. Sebab, jika praperadilan bisa langsung diterima tanpa melihat KUHAP, dan memutuskan yang tidak sesuai KUHAP, maka akan berdampak besar pada proses hukum Indonesia.
Suryadharma Ali pada Senin (23/2) mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel. Praperadilan ini diajukan untuk memproses penetepan tersangka dirinya oleh KPK. Menurut SDA, penetapannya sarat akan muatan politik, dan KPK tidak mempunyai bukti permulaan yang cukup dalam menetapkan SDA sebagai tersangka. (ROL/sbb/dakwatuna)
Redaktur: Saiful Bahri
Beri Nilai: