dakwatuna.com – Jakarta. Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Satori Ismail menilai pernikahan beda agama, berpotensi menimbulkan bermacam konflik, terutama konflik internal dengan keluarga.
Anak yang tumbuh dalam keluarga yang menganut perbedaan agama akan mengalami kebingungan, karena kedua orang tuanya memiliki pandangan berbeda.
“Selain itu, konflik antara orang tua dan anak yang ingin menikah dengan pasangan yang berbeda agama juga tak dapat dielakkan,” kata Kiai Satori, Selasa (25/11/14).
Selain konflik internal, kata Kiai Satori, jika pernikahan beda agama dilegalkan, akan ada potensi pernikahan dijadikan alat untuk ‘memaksa’ secara halus seseorang berpindah agama, ketika mereka sudah menikah dan memiliki keturunan nantinya.
“Masalah agama itu masalah yang sangat prinsip dalam kehidupan manusia,” jelas Satori.
Sebelumnya, Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dianggap inkonstitusi karena bertentangan dengan nilai-nilai HAM yang diatur dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM). Menurut DUHAM pembatasan perkawinan hanyalah berdasarkan dua hal saja, yaitu batasan usia tertentu, dan dilakukan atas dasar kesepakatan an sich, dengan menolak pembatasan selain itu. (ROL/sbb/dakwatuna)