Antara Teori Mengajar Menurut Howard dengan Sepenggal Kisah Belajar Naruto

Ilustrasi. (aliff-aniki132.deviantart.com)

dakwatuna.com – Menurut Alvin W Howard dalam bukunya Slameto (2003:32). “Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengambangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), penghargaan dan pengetahuan”

Naruto merupakan bocah kecil yang menebar ideologi bodohnya menjadi seorang hokaga dan mewujudkan perdamaian dunia. Berbeda dengan teman sebayanya yakni Sasuke, yang sudah terbekali bakat dan ketrampilan sejak dini, namun dengan itu Sasuke menjadi sombong dan selalu merendahkan yang lain.

“Tidak pernah menarik kata-kataku dan terus berjuang adalah cara hidupku”, ucap Naruto. Walaupun Naruto tidak sehebat Sasuke di masa kecilnya, namun itu tidak menjadikan Naruto berputus asa, dengan motivasi ingin melampaui kehebatan Sasuke, Naruto menjalani hidupnya dengan berlatih dan berlatih.

Semangat Naruto membuat hati Jiraiya tersentuh, dan ia pun memutuskan untuk menjadi guru Naruto. Walaupun bermuka mesum dan genit, hingga sering dipanggil dengan Pertapa Genit, Jiraiya merupakan seorang ninja yang hebat dan berpengalaman. Hal ini yang kemudian menjadikan Naruto menjadi seseorang yang sangat hebat, bahkan melebihi Sasuke yang notabenenya lebih memiliki bakat dan keterampilan yang lebih ketimbang Naruto.

Menurut Sudjana, pembelajaran tersebut tidak bisa terlepas dari interaksi atau hubungan dari guru (pendidik) dan siswa (peserta didik). Interaksi tersebut bukan hanya bersifat tekstual semata (normatif), namun juga dapat berupa rasa hormat siswa kepada gurunya. Dalam Islam pun terdapat kewajiban untuk menghormati seorang guru. Karena sudah jelas bahwa posisi seorang guru di sini merupakan orang tua kedua bagi kita.

Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata pendapat yang dikemukakan oleh Sudjana telah diimplementasikan oleh Naruto. Dalam kesehariannya berjalan menapaki kehidupan sekaligus berlatih, Naruto selalu menjunjung sang guru, tidak pernah membantah dan selalu hormat padanya. Dengan sifat yang dimiliki Naruto ini, secara otomatis hatinya pun akan bergerak ikhlas dalam menjalankan perintah dari sang guru. Yang kemudian keikhlasan dan rasa hormat Naruto kepada gurunya inilah yang mengantarkan Naruto menjadi hebat seperti sekarang ini, yang akhirnya keinginannya untuk mewujudkan perdamaian dunia dan menjadi hokage telah tercapai.

Dari kisah di atas, setidaknya bisa dijadikan sebuah renungan akan betapa pentingnya menghormati seorang guru. Karena sudah banyak kisah-kisah bagi mereka yang tidak menghormati gurunya, sepintar apapun ia, maka hidupnya tidak akan merasa damai dan bahagia. Laksana Sasuke yang durhaka kepada gurunya, yakni Orochimaru. Sasuke selalu berada dalam kegelapan yang menyelimutinya sepanjang hidupnya, walaupun akhirnya Sasuke diselamatkan oleh Naruto dan dibawalah ia keluar dari perangai kegelapan. Apakah kita akan menunggu diri kita menjadi seperti Sasuke terlebih dahulu, menunggu usia tua baru bertaubat? Jawabannya tentu tidak. Untuk itu hormati guru kita, layaknya kita menghormati orang tua kita, maka insya Allah hidup kita akan damai dan bahagia sepanjang masa.

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Pendidikan Agama Islam. Ketua Korps Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah dan Staff Tabligh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...