dakwatuna.com – Hari Senin tanggal 28 Juli 2014 merupakan hari kemenangan bagi umat Islam dunia. Kaum muslimin merayakan kemenangan sejati setelah selama Ramadhan berjuang mengendalikan hawa nafsu untuk menggapai derajat takwa. Bagi anak-anak muslim, hari raya mempunyai makna spesial dalam hidupnya. Hari yang hadir setiap sekali setahun membawa hatinya gembira dan bahagia. Di hari ini, anak-anak akan merasakan suasana yang berbeda dan keadaan yang indah mempesona.
Mereka memakai baju baru dengan semangat baru beramai-ramai menuju lapangan atau masjid guna menunaikan sholat Ied pada pagi hari sebagai wujud suka cita tiada tara. Di hari raya ini, mereka juga dapat berkumpul dan berjumpa dengan sanak saudara yang berada di kampung atau yang datang dari rantau sembari berharap mendapat THR yang dinanti setiap tahunnya. Idul Fitri juga dirayakan dengan bertamasya pada lokasi wisata atau tempat rekreasi dalam mengisi liburan menjelang sekolah.
Namun, berbeda keadaannya dengan anak-anak Palestina. Mereka tidak bisa merayakan lebaran dengan tenang dan bahagia sebagaimana dirasakan anak-anak di belahan bumi lainnya. Sebagian anak Palestina justru hari ini berada di tempat pengungsian agar terhindar dari gempuran pasukan Israel. Sebagian lain dirawat di rumah sakit yang sangat terbatas fasilitas dan ketersediaan obat-obatannya. Ada di antara mereka yang telah menjadi yatim piatu ditinggal pergi oleh orang-orang yang dicintainya.
Tidak ada bunyi mercon dan semarak kembang api, yang ada hanya bunyi artileri dan percikan api akibat rudal yang ditembakan Israel di hari yang fitri ini. Bahkan pada hari Selasa (29/7) Enam warga Palestina tewas oleh tembakan artileri Israel di kamp pengungsi Bureij, Jalur Gaza tengah, Keenam korban termasuk tiga anak dan dua wanita. Sedangkan 15 orang lainnya terluka parah. Sangat biadab, tempat pengungsian PBB yang seharusnya aman dari serangan mematikan ternyata masih tetap dihancurkan Israel .
Memasuki hari ke 25 semenjak gempuran Israel ke Jalur Gaza. Banyak korban telah berjatuhan, 1500 lebih warga Palestina syahid menemui ajalnya, sebagian besar dari anak-anak, wanita dan rakyat sipil yang tak berdosa. Lebih 8.000 ribu orang yang luka parah dengan mendapat perawatan apa adanya di rumah sakit dengan fasilitas yang terbatas. Ratusan anak berada di tempat pengungsian yang mereka sangat membutuhkan perhatian dan bantuan dunia. Sebagian lain masih bersembunyi di dalam rumah dalam kondisi yang mencekam dan menakutkan sambil menanti datangnya keajaiban dari langit. Begitulah kesulitan demi kesulitan yang dialami anak-anak Palestina sebagai generasi emas yang akan melanjutkan pejuang-pejuang Hamas yang telah menorehkan kemuliaan di tanah Gaza.
Rumah warga, masjid, sekolah rata dengan tanah bahkan rumah sakit juga tidak luput dari gempuran jahat pasukan zionis, kita juga mendengar berita tentang pembangkit listrik di Gaza yang dihancurkannya sehingga malam hari di Gaza gelap gulita. Ternyata tidak ada tanah Gaza yang aman dari serangan bringas tentara Israel sementara pintu rafah, untuk keluar dari Gaza masih ditutup rapat oleh Mesir. Maka, jadilah Gaza ibarat penjara terbesar dunia sebagai kuburan bagi rakyatnya sementara PBB tak berdaya menghentikan kejahatan perang pasukan zionis Israel.
Akankah kita membiarkan mereka dalam kedukaan yang berkepanjangan? Masih belum adakah keberanian dunia dalam menekan Israel dan memberikan sanksi yang setimpal atas kejahatan brutal yang telah dilakukannya? Maka jawabannya ada pada hati pemimpin dunia dan siapa saja yang telah menyaksikan tragedi berdarah ini dengan jujur. Namun demikian kita harus bertindak cepat, harus ada gerakan penyelamatan untuk anak-anak Palestina (Save the Children of Palestine) yang dapat dilakukan oleh siapapun sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.
Adapun usaha nyata dalam menyelamatkan anak-anak Palestina terbebas dari tindakan barbarian dan genosida Israel adalah: Pertama, melindungi anak-anak Palestina. Harus ada usaha maksimal dari badan dunia seperti UNHCR untuk dapat melindungi anak-anak Palestina. Mereka harus dilindungi dan diungsikan pada tempat-tempat yang aman dari gempuran Israel sehingga tidak jatuh korban lagi dari kalangan anak-anak. Memang bagi Israel selama ini tidak memandang siapapun korban yang berjatuhan sekalipun dari kalangan anak-anak dan wanita yang tak berdosa. Namun dengan adanya aturan perang Internasional (konvensi Jenewa) yang “mengharamkan” anak-anak dan wanita dibunuh dalam peperangan dapat dijadikan sebagai alat penekan atas kejahatan perang yang telah dilakukan Israel. Tinggal siapa yang berani menyeret Israel pada mahkamah Internasional atas kebiadabannya yang telah dipertotonkan secara “live” ke mata dunia. Kedua, Memulihkan (recovery) kejiwaan anak-anak Palestina. Akibat perang tidak hanya menghilangkan nyawa anak-anak secara paksa. Tetapi juga menyebabkan ganguan jiwa dan trauma mendalam bagi anak-anak akibat berkecamuknya perang di depan matanya. Untuk itu harus ada usaha pemulihan kejiwaan anak-anak Palestina agar tidak menimbulkan kegoncangan jiwa yang berkepanjangan dan tentu akan berakibat fatal bagi masa depan mereka. Relawan yang memiliki disiplin ilmu psikologi dan berkemampuan memberikan terapi mental dengan pendekatan agama sangat dibutuhkan dalam mengatasi masalah ini. Ketiga, Menyantuni anak-anak Palestina. Akibat serbuan Israel, banyak anak-anak Palestina yang hidup dalam nestapa dan sengsara yang sangat membutuhkan bantuan kita. Mereka hidup dalam kemiskinan dan kekurangan makanan akibat perang melanda. Makanya bantuan materi sangat mereka butuhkan dari kita untuk menyambung hidup untuk masa depannya. Dengan memberikan bantuan secara berkelanjutan menunjukan kepedulian yang mendalam kita terhadap anak-anak Palestina, termasuk juga mengenai pendidikan mereka. Menjadikan anak Palestina sebagai anak asuh dan di sekolah di negara kita akan lebih menjamin masa depan anak-anak Palestina. Hal inilah yang segera kita lakukan demi menyelamatkan anak-anak Palestina.
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya
Beri Nilai: