dakwatuna.com – Palestina. Kantor berita Aljazeera menyatakan (26/7/2014) bahwa pihaknya mendapatkan salinan draf perjanjian gencatan senjata yang ditawarkan oleh Menlu AS, John Kerry, kepada Israel dan kelompok-kelompok perjuangan Palestina di Gaza, utamanya Hamas, tetapi ditolak Israel karena dianggap merugikan.
Dalam draf sebagaimana dimaksud dijelaskan kerangka kerja (frame work) gencatan senjata total dan berkelanjutan (permanen) di Gaza atas pertimbangan kemanusiaan, serta mendorong pihak-pihak yang bertikai (PLO, kelompok-kelompok perjuangan Palestina, dan Israel) dengan didukung pihak-pihak internasional (antara lain PBB, Liga Arab, Uni Eropa, AS, Turki, Qatar, Mesir) untuk mengimplementasikan kesepakatan gencatan senjata yang tercapai di Cairo, Mesir, pada November 2012 lalu.
Dalam draf gencatan senjata tersebut dijanjikan jaminan pengamanan pembukaan pintu perlintasan ke Gaza untuk masuknya barang-barang dan warga dari/ke Gaza untuk perbaikan kehidupan sosial dan ekonomi rakyat Palestina.
Draf tersebut mencakup juga jaminan hak-hak nelayan Gaza untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut dalam jarak 12 mil dari pantai Gaza, pengiriman uang ke Gaza untuk pembayaran gaji pegawai pemerintah, dan penyelesaian persoalan keamanan.
Gencatan senjata diperkirakan dapat dimulai dalam dua hari ke depan yang berlaku selama sepekan ditandai dengan penarikan militer Israel dari wilayah Gaza dan penghentian aksi serangan ke/dari Gaza. Selama gencatan senjata, seluruh pihak dilarang melakukan aksi serangan militer dan diizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, seperti bahan makanan, obat-obatan, pakaian, selimut, dan perlengkapan yang dibutuhkan rakyat Palestina di wilayah tersebut.
AS berjanji untuk menjamin komitmen pihak-pihak internasional lainnya dalam memberikan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza, diawali dengan komitmen AS untuk memberikan bantuan sebesar 47 juta dolar AS. (aljazeera/rem/dakwatuna)