dakwatuna.com – Malam, aku bicara padamu
Tentang dia yang tak kutahu dimana rimbanya
Malam, aku bertanya padamu
Tentang seseorang yang kucintai dalam diam
Malam, aku bercerita padamu
Tentang diriku yang terbungkam bisu dalam kesendirian
Mengupas rindu berkepanjangan
Malam, hal ini terulang lagi
Saat rembulan tersipu malu di balik awan, dan bercerita kepadaku
Tentang gemintang yang mulai padam
Tentang kunang yang meredup sinyarnya
Tentang mawar yang berhamburan di pelataran
Dan tentang dia,
Seseorang yang malam ini tak datang lagi
Malam, pelataran ini kota mati
Tempat wudhu lengang tanpa gemericik air, sepi
Sajadah terhampar kosong tak ada yang menaiki
Sedang aku, masih berharap dia akan datang kembali
Malam…
Benarkah ini?
Saat waktu dan jarak menjadi dimensi pemisah, antara aku dan dia, juga mereka
Biasanya pelataran ini tempat kami bertukar cerita
Biasanya air wudhu ini seringkali tak cukup untuk membasuh wajah-wajah kami
Biasanya sajadah ini tak cukup menampung lingkaran kami
Malam, belum bisa aku lupakan semua ini
Saat sepotong roti bakar menjadi pengganjal perut, penahan rasa lapar
Saat segelas susu hangat membersamai tumbuh dan berkembangnya kami
Disini, di lingkaran yang tak berujung ini
Biasanya kami saling bertukar asa dan berbagi semangat
Bahkan saat murabbi kami tampak sudah begitu kelelahan
Bahkan saat salah satu dari kami menahan kantuk yang sangat hebat
Disini, di halaqah yang sangat aku cintai ini
Malam, aku ingin mereka semuanya kembali
Di sini, di lingkaran tak berujung ini
Agar aku sampaikan rasa rindu yang meledak hebat ini
Agar aku jelaskan dengan sepenuh cinta,
Halaqah ini sepi tanpa mereka
Setelah itu terserah kau,
Kau tahan mereka untuk tetap disini, atau kau buang saja aku
*Puisi ini ditulis untuk teman – teman yang mempunyai keluarga kecil bernama halaqah, mari saling menjaga dan mendo’akan, “Semoga Allah senantiasa menjaga kita, dan semoga tidak perlu terjadi dialog dengan sang malam.” J
Redaktur: Pirman
Beri Nilai: