dakwatuna.com – Alhamdulillah, sepanjang tahun ini kami sekeluarga mendarat di belasan bandara internasional, karena kepindahan kerja dari Poland, silaturahim di tanah air, selanjutnya pindah dari Kuwait, perjalanan umroh ke Baitullah, kemudian kembali ke Kuala Lumpur, tempat lahir bang Sayyif, putra kedua kami. Tidak sedikit saudara dan teman yang berulang kali menanyakan kondisi kesehatan dan ragam rasa penasaran mengenai perjalanan demi perjalanan yang kami lalui. Biasanya di sela senggang, ada waktu singkat untuk menjawab rasa penasaran tersebut. Satu hal yang pasti adalah Allah Maha Kaya, Hanya Dia-lah tempat kita berserah diri, tempat meminta keberkahan dalam setiap perjalanan ini.
Tujuh bulan di Kuwait merupakan masa indah yang sangat berharga. Kami memetik banyak pelajaran tentunya, apalagi kondisi cuaca panas yang sempat berada dalam suhu 60 derajat Celsius pada bulan Ramadhan lalu. Subhanallah, betapa hebat Allah SWT, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, tak terbayang dan belum pernah ada dalam mimpiku tatkala menyadari bahwa kami berlima ini telah menapaki salju tebal nan beku, kemudian bulan berikutnya melalui padang pasir yang terik. Tiada daya upaya selain kekuatan yang Allah ta’ala limpahkan, tiada yang dapat diucapkan selain istighfar dan hamdalah sebagai kesyukuran hamba. Allahu Akbar!
Di tengah penat mata dan telinga serta raga dalam keseharian dan perihnya merasakan derita di bumi Anbiya, kekuatan atas doa telah terbukti nyata. Alhamdulillah, saat memohon kelancaran untuk berpindah di tempat yang lebih dekat dengan keluarga di tanah air, iringan doa ini segera dikabulkan-Nya. Tak hanya penjagaan supaya hati terus bersabar, Allah ta’ala pula yang menaburkan banyak peristiwa di hadapan mata, agar diri kian belajar. Insya Allah…
Beberapa contoh yang sangat menohok adalah tatkala setiap minggu isi berita dan kabar dari temanku adalah berita kematian, anak-anak mereka telah kembali kepada-Nya. Tak tanggung-tanggung 3 anak dalam satu bulan. Namun hebatnya, saudariku ini masih bisa berucap, “Apalagi anak-anak kita lainnya di bumi Syria, Palestina dan Egypt, yang setiap hari terasa begitu murah harga nyawa, seberapa dahsyat berlipat ganda perih hati para ibu lainnya?”
Seminggu sebelum kami berangkat ke Kuala Lumpur, ada pula tragedi dialami seorang pekerja Indonesia, wanita. Ia telah tujuh tahun bekerja di sana, dan dalam hitungan hari pada minggu itu, dirinya tengah bersiap pulang kampung. Tiket telah dipersiapkan, Cancellation-visa sudah oke, namun tatkala mencari oleh-oleh, seorang penabrak lari telah beraksi, nyawa wanita Indonesia ini melayang, ketika ia tiba di rumah sakit. Yaa Allah, keluarganya harus menerima kepulangan sesosok jenazah. Innalillahi wa inna ‘ilayhi roji’uun.
Peristiwa itu tentu menjadi pelajaran mahal buat para perantau lainnya, termasuk bagi kami. Titik air mata mengingatkanku pada peristiwa yang mirip dengan itu, di saat akhir 2007 di Bangkok, sewaktu kami sekeluarga harus bermalam di rumah sakit ~padahal keesokan harinya adalah hari terakhir di apartemen dan sudah berjumpa dengan manajemen kantor serta pihak manajemen condo untuk mengucapkan ‘good bye’. (ada terselip dalam kisah inspiratif Catatan Cinta-Nya di Krakow). Adanya peristiwa kematian setiap menit memang sudah menjadi bagian dari qadha & qadar, demikian pula berita kelahiran yang mewarnai hari teman-teman lainnya.
Beberapa hari setelah berita duka itu, percakapan antara diri ini dengan seorang sister pun menjadikan hati selalu teringat pada sakaratul maut. “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. (QS. Qaaf: 19) Bahwa diri kita adalah hamba-hamba Allah SWT yang mengisi kesibukan di dunia ini selagi antrian menuju tempat terbaik dalam ketetapan-Nya. Oh, “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (QS. Ali ‘Imran: 185), adalah jelas pengingat buat diri kita supaya tidak seenaknya mengabaikan makna hakiki kehidupan, mengabdi kepada Rabbul izzati.
Satu episode perjalanan di Polandia saja belum bisa kurampungkan dalam wujud buku yang dinantikan sahabat semua, apalagi tatkala mengadakan perjalanan darat berumroh ke Baitullah dari Kuwait, serta merasakan keindahan Ramadhan dan hari raya di jazirah Arab, hingga urusan kepindahan kembali ke Kuala Lumpur. Ada banyak amanah yang harus segera ditunaikan. Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah ta’ala yang senantiasa melimpahkan penjagaan terbaik bagi kita semua. Satu hal yang paling kuingat sewaktu detik-detik keberangkatan adalah bantuan sobat-sobat selalu hadir di saat yang tepat, meskipun problema datang silih berganti terutama atas leletnya urusan dengan orang lokal atau pihak kantor. Sampai beberapa jam sebelum berangkat pun, suamiku harus ke bank, mencairkan cek deposit apartemen karena pihak administrasinya tidak mau memberikan uang cash.
Semenit sebelum check-in, ternyata kami berjodoh jumpa dengan sister Keba dan ibunya. Mereka ini adalah keluarga Egyptian yang merantau di Kuwait, dan berperjalanan umroh bersama kami. Subhanallah, bangku kami berdampingan dalam bus waktu itu, dan ‘Baba Keba’ (ayahnya) menghadiahi anak-anakku mainan sebelum berpisah, padahal setiap hari dalam seminggu itu beliau selalu membelikan jajanan snacks anak-anakku pula, masya Allah! Alhamdulillah, duhai Allah, cantiknya nurani mereka, indahnya keikhlasan mereka.
Dalam suasana berangkulan mesra itu, Ummah Keba tak henti-hentinya memeluk dan menempelkan pipinya ke pipiku, seraya bercerita bahwa sister akan melanjutkan kuliahnya kembali ke Mesir, meskipun belum ada kejelasan jadwal pelajaran karena situasi di sana masih belum stabil. Dengan tanpa air mata dan senyum tulus seperti biasanya, mereka mengatakan bahwa beberapa minggu yang lalu, ada beberapa anggota keluarga yang syahid. Ya Allah…
Dari sinar mata bening itu, tak kutemukan gundah atau rasa kesal. Sungguh keluarga ini adalah sosok-sosok mukmin yang begitu tegar dan pasrah akan kehebatan Allah ta’ala, Sang Maha Sempurna. Tatapan muka yang amat optimis akan janji-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka beristiqamah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Fushshilat: 30)
Ketika telah berada di pesawat, masih melintas wajah-wajah qona’ah sister Keba dan keluarganya, bergantian dengan bayang-bayang sisters di Krakow yang salah satunya (yaitu sister Volha-asal Belarus) juga sedang berada di Mesir sebagai utusan Jurnalis. Bahkan tatkala sister Volha berfoto bersama rakyat Mesir yang setiap hari memprotes kudeta militer, foto-foto itu ceria sekali. Padahal beberapa sisters yang ada di foto mengatakan, “Abang dan sepupu saya sudah mendahului kita, beliau ada di tempat yang terbaik…” Subhanallah, dengan usia belia, ucapan bermakna mendalam itu sangat lancar dilisankannya, sister Volha begitu antusias membagi kisah kunjungannya ke sana, bahkan ia katakan kepadaku bahwa sekarang seolah dia telah disadarkan tentang antrian menuju ke tempat terbaik-Nya, insya Allah.
— bersambung…