dakwatuna.com – Persoalan membaca doa qunut pada shalat subuh ketika iātidal kedua, merupakan perselisihan fiqih sejak zaman para sahabat Nabi. Ini termasuk perselisihan yang paling banyak menyita waktu, tenaga, pikiran, bahkan sampai memecahkan barisan kaum muslimin. Sebenarnya, bagaimanakah sebenarnya masalah ini? Benarkah para Imam Ahlus Sunnah satu sama lain saling mengingkari secara keras, sebagaimana perilaku para penuntut ilmu dan orang awam yang kita lihat hari ini dari kedua belah pihak?
Kali ini, saya tidak akan membahas qunut pada posisi, āMana yang lebih benar, qunut atau tidak qunut?ā yang justru kontra produktif dengan tema yang sedang saya bahas. Walau bagi saya tidak berqunut adalah pendapat yang lebih kuat. Tetapi, mereka yang berqunut adalah saudara seiman yang harus dijaga perasaannya dan dipelihara hubungannya. Tidak mengingkari mereka, lantaran mereka pun berpijak pada pendapat para Imam Ahlus Sunnah lainnya, yang juga memiliki sejumlah dalil dan alasan yang dipandang kuat oleh mereka. Sedangkan para imam kita telah menegaskan kaidah, āAl Ijtihad Laa Yanqudhu bil Ijtihad (Suatu Ijtihad tidak bisa dimentahkan oleh Ijtihad lainnya),ā dan āLaa inkara fi masaail ijtihadiyah (tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah).ā
Qunut Subuh Benar-Benar Khilafiyah Ijtihadiyah
Kita lihat peta perbedaan ini, sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama sebagai berikut:
Berkata Imam At Tirmidzi dalam Sunan-nya sebagai berikut:
ŁŁŲ§Ų®ŁŲŖŁŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŲ±ŁŲ£ŁŁ ŲØŁŲ¹ŁŲ¶Ł Ų£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ł Ł ŁŁŁ Ų£ŁŲµŁŲŁŲ§ŲØŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲŗŁŁŁŲ±ŁŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁ Ł ŁŲ§ŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ§ŁŁ Ų£ŁŲŁŁ ŁŲÆŁ ŁŁŲ„ŁŲ³ŁŲŁŁŁ ŁŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł Ų„ŁŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŁŁŲÆŁ ŁŁŲ§Ų²ŁŁŁŲ©Ł ŲŖŁŁŁŲ²ŁŁŁ ŲØŁŲ§ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁŁŁ ŁŁŁŁ ŁŁŲ„ŁŲ°ŁŲ§ ŁŁŲ²ŁŁŁŲŖŁ ŁŁŲ§Ų²ŁŁŁŲ©Ł ŁŁŁŁŁŁŲ„ŁŁ ŁŲ§Ł Ł Ų£ŁŁŁ ŁŁŲÆŁŲ¹ŁŁŁ ŁŁŲ¬ŁŁŁŁŲ“Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁŁŁ ŁŁŁŁ
āPara Ahli ilmu berbeda pendapat tentang qunut pada shalat fajar (subuh), sebagian Ahli ilmu dari sahabat Nabi Shallallahu āAlaihi wa Sallam dan lainnya berpendapat bahwa qunut ada pada shalat subuh, dan ini adalah pendapat Malik dan Asy Syafiāi. Sedangkan, Ahmad dan Ishaq berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh kecuali saat nazilah (musibah) yang menimpa kaum muslimin. Jika turun musibah, maka bagi imam berdoa untuk para tentara kaum muslimin.ā (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)
Berkata Imam Ibnu Rusyd Al Maliki Rahimahullah :
Ų§Ų®ŲŖŁŁŁŲ§ ŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲŖŲ ŁŲ°ŁŲØ Ł Ų§ŁŁ Ų„ŁŁ Ų£Ł Ų§ŁŁŁŁŲŖ ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© Ų§ŁŲµŲØŲ Ł Ų³ŲŖŲŲØŲ ŁŲ°ŁŲØ Ų§ŁŲ“Ų§ŁŲ¹Ł Ų„ŁŁ Ų£ŁŁ Ų³ŁŲ© ŁŲ°ŁŲØ Ų£ŲØŁ ŲŁŁŁŲ© Ų„ŁŁ Ų£ŁŁ ŁŲ§ ŁŲ¬ŁŲ² Ų§ŁŁŁŁŲŖ ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© Ų§ŁŲµŲØŲŲ ŁŲ£Ł Ų§ŁŁŁŁŲŖ Ų„ŁŁ Ų§ Ł ŁŲ¶Ų¹Ł Ų§ŁŁŲŖŲ± ŁŁŲ§Ł ŁŁŁ : ŲØŁŁŁŲŖ ŁŁ ŁŁ ŲµŁŲ§Ų©Ų ŁŁŲ§Ł ŁŁŁ : ŁŲ§ ŁŁŁŲŖ Ų„ŁŲ§ ŁŁ Ų±Ł Ų¶Ų§ŁŲ ŁŁŲ§Ł ŁŁŁ : ŲØŁ ŁŁ Ų§ŁŁŲµŁ Ų§ŁŲ§Ų®ŁŲ± Ł ŁŁ ŁŁŲ§Ł ŁŁŁ : ŲØŁ ŁŁ Ų§ŁŁŲµŁ Ų§ŁŲ§ŁŁ Ł ŁŁ.
āMereka berselisih tentang qunut, Malik berpendapat bahwa qunut dalam shalat subuh adalah sunah, dan Asy Syafiāi juga mengatakan sunah, dan Abu Hanifah berpendapat tidak boleh qunut dalam shalat subuh, sesungguhnya qunut itu adanya pada shalat witir. Ada kelompok yang berkata: berqunut pada setiap shalat. Kaum lain berkata: tidak ada qunut kecuali pada bulan Ramadhan. Kaum lain berkata: Adanya pada setelah setengah bulan Ramadhan. Ada juga yang mengatakan: bahkan pada setengah awal Ramadhan.ā (Imam Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz. 1, Hal. 107-108. Darul Fikr)
Juga diterangkan di dalam kitab Al Mausuāah sebagai berikut:
Ų°ŁŁŁŲØŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł ŁŁŲ§ŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŲ©Ł Ų„ŁŁŁŁ Ł ŁŲ“ŁŲ±ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŲ©Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŲµŁŁŲØŁŲŁ . ŁŁŲ§Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł : ŁŁŁŁŲÆŁŲØŁ ŁŁŁŁŁŲŖŁ Ų³ŁŲ±ŁŁŲ§ ŲØŁŲµŁŲØŁŲŁ ŁŁŁŁŲ·Ł ŲÆŁŁŁŁ Ų³ŁŲ§Ų¦ŁŲ±Ł Ų§ŁŲµŁŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŲØŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŁŁŁŲ¹Ł Ų Ų¹ŁŁŁŲØŁ Ų§ŁŁŁŁŲ±ŁŲ§Ų”ŁŲ©Ł ŲØŁŁŲ§Ł ŲŖŁŁŁŲØŁŁŲ±Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁ .
ŁŁŁŁŲ§Ł Ų§ŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŲ©Ł : ŁŁŲ³ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§Ų¹ŁŲŖŁŲÆŁŲ§Ł Ų«ŁŲ§ŁŁŁŁŲ©Ł Ų§ŁŲµŁŁŲØŁŲŁ Ų ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ ŲØŁŲ¹ŁŲÆŁ Ł ŁŲ§ Ų±ŁŁŁŲ¹Ł Ų±ŁŲ£ŁŲ³ŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŁŁŁŲ¹Ł ŁŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŁŁŲ¹ŁŲ©Ł Ų§ŁŲ«ŁŁŲ§ŁŁŁŁŲ©Ł Ų ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁŁŁŲÆŁŁŁŁ ŲØŁŲ§ŁŁŁŁŲ§Ų²ŁŁŁŲ©Ł .
ŁŁŁŁŲ§Ł Ų§ŁŁŲŁŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł Ų ŁŁŲ§ŁŁŲŁŁŁŲ§ŲØŁŁŁŲ©Ł : ŁŲ§Ł ŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ ŲµŁŁŲ§ŁŲ©Ł Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł Ų„ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§Ų²ŁŁ ŁŁŲ°ŁŁŁŁŁ ŁŁŁ ŁŲ§ Ų±ŁŁŁŲ§ŁŁ Ų§ŲØŁŁŁ Ł ŁŲ³ŁŲ¹ŁŁŲÆŁ ŁŁŲ£ŁŲØŁŁ ŁŁŲ±ŁŁŁŲ±ŁŲ©Ł – Ų±ŁŲ¶ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁ ŁŲ§ – : Ų£ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŲŖŁ Ų“ŁŁŁŲ±ŁŲ§ ŁŁŲÆŁŲ¹ŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§Ų”Ł Ł ŁŁŁ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§Ų”Ł Ų§ŁŁŲ¹ŁŲ±ŁŲØŁ Ų«ŁŁ ŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁŁŁ Ų ŁŁŲ¹ŁŁŁ Ų£ŁŲØŁŁ ŁŁŲ±ŁŁŁŲ±ŁŲ©Ł – Ų±ŁŲ¶ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁ : – Ų£ŁŁŁŁ Ų±ŁŲ³ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ§ŁŁ ŁŲ§Ł ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ ŲµŁŁŲ§ŁŲ©Ł Ų§ŁŲµŁŁŲØŁŲŁ Ų„ŁŁŲ§ŁŁ Ų£ŁŁŁ ŁŁŲÆŁŲ¹ŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁ Ł Ų£ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŁŁŲ§ŁŁ Ų£ŁŁŁŁ Ł ŁŲ“ŁŲ±ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŲ©Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł Ł ŁŁŁŲ³ŁŁŲ®ŁŲ©Ł ŁŁŁ ŲŗŁŁŁŲ±Ł Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų²ŁŁŁŲ©Ł
āKalangan Malikiyah (pengikut Imam Malik) dan Asy Syafiāiyah (pengikut Imam Asy Syafiāi) berpendapat bahwa doa qunut pada shalat subuh adalah disyariatkan. Berkata Malikiyah: Disunnahkan berqunut secara sirr (pelan) pada shalat subuh saja, bukan pada shalat lainnya. Dilakukan sebelum ruku setelah membaca surat tanpa takbir dulu.
Kalangan Asy Syafiāiyah mengatakan: qunut disunnahkan ketika iātidal kedua shalat subuh, yakni setelah mengangkat kepala pada rakaat kedua, mereka tidak hanya mengkhususkan qunut nazilah saja.
Kalangan Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah) dan Hanabilah (pengikut Imam Ahmad bin Hambal) mengatakan: Tidak ada qunut dalam shalat subuh kecuali qunut nazilah. Hal ini karena telah diriwayatkan dari Ibnu Masāud dan Abu Hurairah Radhiallahu āAnhuma, bahwa Nabi Shallallahu āAlaihi wa Sallam berqunut selama satu bulan, mendoakan qabilah di antara qabilah Arab, tsumma tarakahu (kemudian beliau meninggalkan doa tersebut).ā (HR. Muslim dan An Nasaāi). Dari Abu Hurairah Radhiallahu āAnhu: āBahwa Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam tidak berqunut pada shalat subuh, kecuali karena mendoakan atas sebuah kaum atau untuk sebuah kaum.ā (HR. Ibnu Hibban). Artinya, syariat berdoa qunut pada shalat subuh telah mansukh (dihapus), selain qunut nazilah.ā (Al Mausuāah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/321-322. Wizarah Al Awqaf Asy Syuāun Al Islamiyah)
Sedikit saya tambahkan, bahwa hadits Ibnu Masāud yang dijadikan hujjah oleh golongan Hanafiyah dan Hanabilah, bahwa Nabi Shallallahu āAlaihi wa Sallam berqunut selama satu bulan, mendoakan qabilah di antara qabilah Arab, lalu beliau meninggalkan doa tersebut. Merupakan hadits shahih, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Al Masajid wa Mawadhiā Ash Shalah Bab Istihbab Al Qunut fi Jamiāish Shalah Idza Nazalat bil Muslimina Nazilah, No. 677.
Ada pun hadits Abu Hurairah, yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam tidak berqunut pada shalat subuh, kecuali karena mendoakan atas sebuah kaum atau untuk sebuah kaum. Disebutkan oleh Imam Az Zailaāi, bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban, dan penulis At Tanqih mengatakan, hadits ini shahih. (Al Hazifh Az Zailaāi, Nashbur Rayyah fi Takhrij Ahadits Al Hidayah, 3/180. Mawqiā Al Islam)
Sedangkan dalil yang menyunnahkan qunut subuh, yang digunakan oleh kalangan Asy Syafiāiyah dan Malikiyah adalah riwayat dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam senantiasa melakukan qunut subuh sampai faraqat dunia (meninggalkan dunia/wafat). (HR. Ahmad No. 12196. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 2/201. Abdurrazzaq, Al Mushannaf, No. 4964. Ath Thabarani, Tahdzibul Atsar, No. 2682, 2747, katanya: shahih. Ad Daruquthni No. 1711. Al Haitsami mengatakan: rijal hadits ini mautsuq (bisa dipercaya). Majmaā Az Zawaid, 2/139)
Sementara Al Hafizh Az Zailaāi menyebutkan riwayat dari Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya, lafazhnya dari Rabiā bin Anas: Ada seorang laki-laki datang kepada Anas bin Malik dan bertanya: āApakah Rasulullah berqunut selama satu bulan saja untuk mendoakan qabilah?ā Anas pun memberikan peringatan padanya, dan berkata: āRasulullah senantiasa berqunut subuh sampai beliau meninggalkan dunia.ā Ishaq berkata: hadits yang berbunyi: tsumma tarakahu (kemudian beliau meninggalkannya) maknanya adalah beliau meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah dalam qunutnya.ā (Nashbur Rayyah, 3/183) Jadi, bukan meninggalkan qunutnya, tetapi meninggalkan penyebutan nama-nama qabilah yang beliau doakan dalam qunut nazilah.
Imam Asy Syaukani, menyebutkan dari Al Hazimi tentang siapa saja yang berpendapat bahwa qunut subuh adalah masyruā (disyariatkan), yakni kebanyakan manusia dari kalangan sahabat, tabiāin, orang-orang setelah mereka dari kalangan ulama besar, sejumlah sahabat dari khalifah yang empat, hingga sembilan puluh orang sahabat nabi, Abu Rajaā Al āAtharidi, Suwaid bin Ghaflah, Abu Utsman Al Hindi, Abu Rafiā Ash Shaigh, dua belas tabiāin, juga para imam fuqaha seperti Abu Ishaq Al Fazari, Abu Bakar bin Muhammad, Al Hakam bin āUtaibah, Hammad, Malik, penduduk Hijaz, dan Al Auzaāi. Dan, kebanyakan penduduk Syam, Asy Syafiāi dan sahabatnya, dari Ats Tsauri ada dua riwayat, lalu dia (Al Hazimi) mengatakan: kemudian banyak manusia lainnya. Al āIraqi menambahkan sejumlah nama seperti Abdurraman bin Mahdi, Saāid bin Abdul āAziz At Tanukhi, Ibnu Abi Laila, Al Hasan bin Shalih, Daud, Muhammad bin Jarir, juga sejumlah ahli hadits seperti Abu Hatim Ar Razi, Abu Zurāah Ar Razi, Abu Abdullah Al Hakim, Ad Daruquthni, Al Baihaqi, Al Khathabi, dan Abu Masāud Ad Dimasyqi. (Nailul Authar, 2/345-346) Itulah nama-nama yang menyetujui qunut subuh pada rakaat kedua.
Nah, demikian peta perselisihan mereka, dan juga sebagian kecil dalil-dalil kedua kelompok. Pastinya, sekuat apapun seorang pengkaji meneliti masalah ini, dia tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini, bahwa memang khilafiyah ini benar-benar wujud (ada). Maka, yang lebih esensi dan krusial pada saat ini adalah bagaimana mengelola perbedaan ini menjadi kekayaan yang bermanfaat, bukan warisan pemikiran yang justru membahayakan.
Selanjutnya, kita lihat bagaimana sikap para Imam Ahlus Sunnah menyikapi perselisihan qunut subuh ini.
Imam Asy Syafiāi Radhiallahu āAnhu
Beliau adalah salah satu dari imam empat mazhab terkenal di dunia Islam, khususnya Ahlus Sunnah, yang memiliki jutaan pengikut di berbagai belahan dunia Islam. Beliau termasuk yang menyatakan kesunnahan membaca doa qunut ketika shalat subuh. Beliau sendiri memiliki sikap yang amat bijak ketika datang ke jamaah yang tidak berqunut subuh.
Diceritakan dalam Al Mausuāah sebagai berikut:
Ų§ŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ų±ŁŲ¶ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŲµŁŁŲØŁŲŁ ŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲµŁŁŁŁŁ Ł ŁŲ¹Ł Ų¬ŁŁ ŁŲ§Ų¹ŁŲ©Ł Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł ŁŁŁ Ł ŁŲ³ŁŲ¬ŁŲÆŁŁŁŁ Ł ŲØŁŲ¶ŁŁŁŲ§ŲŁŁ ŲØŁŲŗŁŲÆŁŲ§ŲÆŁ . ŁŁŁŁŲ§Ł Ų§ŁŁŲŁŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł : ŁŁŲ¹ŁŁ Ų°ŁŁŁŁŁ Ų£ŁŲÆŁŲØŁŲ§ Ł ŁŲ¹Ł Ų§ŁŲ„ŁŁŁ ŁŲ§Ł Ł Ų ŁŁŁŁŲ§Ł Ų§ŁŲ“ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŲ©Ł ŲØŁŁ ŲŖŁŲŗŁŁŁŁŲ±Ł Ų§Ų¬ŁŲŖŁŁŁŲ§ŲÆŁŁŁ ŁŁŁ Ų°ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ .
āAsy Syafiāi Radhiallahu āAnhu meninggalkan qunut dalam subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah bersama kalangan Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad. Berkata Hanafiyah: āItu merupakan adab bersama imam.ā Berkata Asy Syafiāiyyah (pengikut Asy Syafiāi): āBahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.ā (Al Mausuāah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/302. Wizarah Al Awqaf Asy Syuāun Al Islamiyah)
Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu āAnhu
Imam Ahmad bin Hambal termasuk yang membidāahkan qunut dalam subuh, namun Beliau memiliki sikap yang menunjukkan ketajaman pandangan, keluasan ilmu, dan kedewasaan bersikap. Hal ini dikatakan oleh Al āAllamah Muhammad bin Shalih Al āUtsaimin Rahimahullah sebagai berikut:
ŁŁŲÆ ŁŲ§Ł Ų§ŁŲ„Ł Ų§Ł Ų£ŲŁ ŲÆŁ Ų±ŲŁ Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲ±Ł Ų£ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© Ų§ŁŁŲ¬Ų± ŲØŁŲÆŁŲ¹Ų©Ų ŁŁŁŁŁ: Ų„Ų°Ų§ ŁŁŲŖ Ų®ŁŁŁŁŁ Ų„Ł Ų§Ł ŁŁŁŲŖ ŁŲŖŲ§ŲØŲ¹Ł Ų¹ŁŁ ŁŁŁŁŁŲŖŁŁŁŲ ŁŲ£Ł ŁŁŁŁ Ų¹ŁŁ ŲÆŁŲ¹Ų§Ų¦ŁŲ ŁŁŁŁŁ Ų°ŁŁ Ł ŁŁ Ų£Ų¬Ł Ų§ŲŖŁŁŲŲ§ŲÆ Ų§ŁŁŁŁ Ų©Ų ŁŲ§ŲŖŁŁŁŲ§Ł Ų§ŁŁŁŁŲØŲ ŁŲ¹ŲÆŁ ŁŲ±Ų§ŁŲ© ŲØŲ¹Ų¶ŁŲ§ ŁŲØŲ¹Ų¶.
āAdalah Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bidāah. Dia mengatakan: āJika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.ā (Syaikh Ibnu āUtsaimin, Syarhul Mumtiā, 4/25. Mawqiā Ruh Al Islam)
Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu āAnhu
Beliau mengatakan, sebagaimana dikutip Imam At Tirmidzi sebagai berikut:
ŁŁŲ§ŁŁ Ų³ŁŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų§ŁŲ«ŁŁŁŁŲ±ŁŁŁŁ Ų„ŁŁŁ ŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŲŁŲ³ŁŁŁ ŁŁŲ„ŁŁŁ ŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŲŁŲ³ŁŁŁ
āBerkata Sufyan Ats Tsauri: āJika berqunut pada shalat subuh, maka itu bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.ā (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)
Imam Ibnu Hazm Rahimahullah
Beliau berpendapat, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Asy Syaukani:
ŁŁŲ§Ł Ų§ŁŲ«ŁŲ±Ł ŁŲ§ŲØŁ ŲŲ²Ł : ŁŁ Ł Ł Ų§ŁŁŲ¹Ł ŁŲ§ŁŲŖŲ±Ł ŲŲ³Ł
āBerkata Ats Tsauri dan Ibnu Hazm: āSiapa saja yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah baik.ā (Nailul Authar, 2/346)
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Beliau memiliki pandangan yang jernih dalam hal qunut subuh ini. Walau beliau sendiri lebih mendukung pendapat yang tidak berqunut. Berikut ini ucapannya:
ŁŁŁŁŲ°ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł Ų„ŁŁŁŁ ŁŲ§ Ų§ŁŁŁŁŲ²ŁŲ§Ų¹Ł ŲØŁŁŁŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ų§Ų³ŁŲŖŁŲŁŲØŁŲ§ŲØŁŁŁ Ų£ŁŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ§ŁŁŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŲ¬ŁŁŲÆŁ Ų§ŁŲ³ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲŖŁŲ±ŁŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ„ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ¹ŁŲ§Ł ŁŁŲŖŁŁŁŁ Ł Ł ŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ ŲµŁŲŁŁŲ©Ł ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł Ł ŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŲ£ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ³Ł ŲØŁŁŁŲ§Ų¬ŁŲØŁ ŁŁŁŁŲ°ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŁ
āDemikian juga qunut subuh, sesungguhnya perselisihan di antara mereka hanyalah pada istihbab-nya (disukai) atau makruhnya (dibenci). Begitu pula perselisihan seputar sujud sahwi karena meninggalkannya atau melakukannya, jika pun tidak qunut, maka kebanyakan mereka sepakat atas sahnya shalat yang meninggalkan qunut, karena itu bukanlah wajib. Demikian juga orang yang melakukannya (qunut, maka tetap sah shalatnya āpen).ā (Imam Ibnu Taimiyah, Majmuā Fatawa, 5/185. Mauqiā Al Islam)
Beliau juga mengatakan bahwa para ulama sepakat berqunut atau tidak, shalat subuh adalah shahih. Perbedaan terjadi pada mana yang lebih utama. Katanya:
Ų§ŲŖŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ ŁŲ§Ų”Ł Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁŁŁ Ų„Ų°ŁŲ§ ŁŁŲ¹ŁŁŁ ŁŁŁŁŁŲ§ Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ£ŁŁ ŁŲ±ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁŲŖŁ Ų¹ŁŲØŁŲ§ŲÆŁŲŖŁŁŁ ŲµŁŲŁŁŲŁŲ©ŁŲ ŁŁŁŁŲ§ Ų„Ų«ŁŁ Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ: ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁŲ§Ų²ŁŲ¹ŁŁŁŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ£ŁŁŁŲ¶ŁŁŁ.
ŁŁŁŁŁŁ ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŲ¹ŁŁŁŁŁŲ ŁŁŁ ŁŲ³ŁŲ£ŁŁŁŲ©Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŲ§ŁŁŁŁŲŖŁŲ±ŁŲ Ł ŁŁŁ Ų¬ŁŁŁŲ±Ł ŲØŁŲ§ŁŁŲØŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŲ©ŁŲ ŁŁŲµŁŁŁŲ©Ł Ų§ŁŁŲ§Ų³ŁŲŖŁŲ¹ŁŲ§Ų°ŁŲ©Ł ŁŁŁŁŲŁŁŁŁŁŲ§Ų Ł ŁŁŁ ŁŁŲ°ŁŲ§ Ų§ŁŁŲØŁŲ§ŲØŁ.
ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁŁŁ Ł Ł ŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ų¬ŁŁŁŲ±Ł ŲØŁŲ§ŁŁŲØŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŲ©Ł ŲµŁŲŁŁŲŖŁ ŲµŁŁŁŲ§ŲŖŁŁŁŲ ŁŁŁ ŁŁŁ Ų®ŁŲ§ŁŁŲŖŁ ŲµŁŲŁŁŲŖŁ ŲµŁŁŁŲ§ŲŖŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŲµŁŲŁŁŲŖŁ ŲµŁŁŁŲ§ŲŖŁŁŁŲ ŁŁŁ ŁŁŁ ŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁŁŁŲ§ ŲµŁŲŁŁŲŖŁ ŲµŁŁŁŲ§ŲŖŁŁŁŲ ŁŁŁŁŲ°ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲŖŁŲ±Ł.
Ulama sepakat bahwa melakukan salah satu di antara dua hal maka ibadahnya tetap shahih (sah), dan tidak berdosa atasnya, tetapi mereka berbeda pendapat tentang mana yang utama. Pada apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu āAlaihi wa Sallam, masalah qunut pada subuh dan witir, mengeraskan basmalah, bentuk istiāadzah, dan hal semisalnya yang termasuk pembahasan ini.
Mereka sepakat bahwa orang yang mengeraskan basmalah adalah sah shalatnya, dan yang menyembunyikan juga sah shalatnya, yang berqunut subuh sah shalatnya, begitu juga yang berqunut pada witir. (Al Fatawa Al Kubra, 2/116, Cet. 1, 1987M-1408H. Darul Kutub Al āIlmiyah)
Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah
Beliau termasuk yang melemahkan pendapat qunut subuh sebagaimana beliau uraikan dalam Zaadul Maāad, dan baginya adalah hal mustahil Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam merutinkannya pada shalat subuh. Tetapi, tak satu pun kalimat darinya yang menyebut bahwa qunut subuh adalah bidāah, walau dia mengutip beberapa riwayat sahabat yang membidāahkannya.
Bahkan Beliau sendiri mengakui bahwa Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam, kadang melakukan qunut dalam shalat subuh. Berikut ini ucapannya:
ŁŁŲ§ŁŁ ŲŖŁŲ·ŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ±ŁŲ§Ų”ŁŲ©Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§ŁŁŲ§ ŁŁŲŖŁŲ®ŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ±ŁŲ§Ų”ŁŲ©Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲŗŁŲ±ŁŲØŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ·ŁŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§ŁŁŲ§ ŁŁŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§ŁŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁŲ„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų±Ł ŁŁŁ Ų§ŁŲøŁŁŁŲ±Ł ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŲµŁŲ±Ł ŲØŁŲ§ŁŁŁŁŲ±ŁŲ§Ų”ŁŲ©Ł ŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ³ŁŁ ŁŲ¹Ł Ų§ŁŲµŁŲŁŲ§ŲØŁŲ©Ł Ų§ŁŁŲ¢ŁŁŲ©Ł ŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§ŁŁŲ§ ŁŁŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¬ŁŁŁŲ±Ł ŲØŁŲ§ŁŁŲØŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŲ©Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ¬ŁŁŁŲ±Ł ŲØŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲŁŁŁŲ§ŁŁŲ§ .
āDahulu Nabi memanjangkan bacaan pada shalat subuh dan kadang meringankannya, meringankan bacaan dalam shalat Maghrib dan kadang memanjangkannya, beliau meninggalkan qunut dalam subuh dan kadang dia berqunut, beliau tidak mengeraskan bacaan dalam shalat Ashar dan kadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada para sahabat, beliau tidak mengeraskan bacaan basmalah dan kadang beliau mengeraskan.ā (Zaadul Maāad, 1/247. Muasasah Ar Risalah)
Beliau tidaklah mengingkari qunut secara mutlak, yang beliau ingkari adalah anggapan bahwa qunut subuh dilakukan terus menerus. Berikut ini ucapannya:
ŁŁŁŲŖ ŁŁ Ų§ŁŁŲ¬Ų± ŲØŲ¹ŲÆ Ų§ŁŲ±ŁŁŲ¹ Ų“ŁŲ±Ų§ŁŲ Ų«Ł ŲŖŲ±Ł Ų§ŁŁŁŁŲŖ ŁŁŁ ŁŁŁ Ł ŁŁ ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁŲ§ ŲÆŲ§Ų¦Ł Ų§ŁŲ ŁŁ ŁŁŁ Ų§ŁŁ ŲŲ§Ł Ų£Ł Ų±Ų³ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŲ§Ł ŁŁ ŁŁ ŲŗŲÆŲ§Ų© ŲØŲ¹ŲÆ Ų§Ų¹ŲŖŲÆŲ§ŁŁ Ł Ł Ų§ŁŲ±ŁŁŲ¹ ŁŁŁŁ: “Ų§ŁŁŁŁŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŲÆŁŁŁ ŁŁŁŁ ŁŁŁ ŁŁŲÆŁŁŁŲŖŁŲ ŁŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁ ŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁŲŖŁ…” Ų§ŁŲ® ŁŁŲ±ŁŲ¹Ł ŲØŲ°ŁŁ ŲµŁŲŖŁŲ ŁŁŲ¤Ł ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų£ŲµŲŲ§ŲØŁŁ ŲÆŲ§Ų¦Ł Ų§Ł Ų„ŁŁ Ų£Ł ŁŲ§Ų±Ł Ų§ŁŲÆŁŁŲ§
ā(Beliau) Qunut dalam subuh setelah ruku selama satu bulan, kemudian meninggalkan qunut. Dan, bukanlah petunjuk beliau melanggengkan qunut pada shalat subuh, dan termasuk hal mustahil bahwa Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam setiap paginya setelah iātidal dari ruku mengucapkan: āAllahumahdini fiman hadait wa tawallani fiman tawallait … dstā dengan meninggikan suaranya, dan selalu diaminkan oleh para sahabatnya sampai meninggalkan dunia. (Ibid, 1/271)
Lalu beliau mengutip pertanyaan Saāad bin Thariq Al Asyjaāi kepada ayahnya, di mana ayahnya pernah shalat di belakang Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, apakah mereka pernah qunut subuh? Ayahnya menjawab: Anakku, itu adalah muhdats (perkara yang diada-adakan). (HR. Ahmad, At Tirmidzi, dan lainnya, At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih)
Beliau juga mengutip dari Said bin Jubair, dia berkata aku bersaksi bahwa aku mendengar, dari Abdullah bin Abbas Radhiallahu āAnhu, dia berkata, āQunut yang ada pada shalat subuh adalah bidāah.ā (HR. Ad Daruquthni No. 1723)
Tetapi riwayat ini dhaif (lemah). (Nashbur Rayyah, 3/183). Imam Al Baihaqi mengatakan: tidak shahih. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 2/345. Maktabah Ad Daāwah Al Islamiyah) Karena di dalam sanadnya ada periwayat bernama Abdullah bin Muyassarah dia adalah seorang yang dhaiful hadits (hadits darinya dhaif). (Imam Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, 6/ 44. Lihat juga Imam Al Mizzi, Tahdzibul Kamal, 16/197)
Imam Ibnul Qayyim juga memaparkan adanya kelompok yang menolak qunut secara mutlak termasuk qunut nazilah, yakni para penduduk Kufah. Beliau pun tidak menyetujui pendapat ini, hingga akhirnya Beliau menempuh jalan pertengahan, yakni jalannya para ahli hadits. Katanya:
ŁŲ£ŁŁŁ Ų§ŁŲŲÆŁŲ« Ł ŲŖŁŲ³Ų·ŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ¤ŁŲ§Ų” ŁŲØŁŁ Ł Ł Ų§Ų³ŲŖŲŲØŁ Ų¹ŁŲÆ Ų§ŁŁŁŲ§Ų²Ł ŁŲŗŁŲ±ŁŲ§Ų ŁŁŁ Ų£Ų³Ų¹ŲÆŁ ŲØŲ§ŁŲŲÆŁŲ« Ł Ł Ų§ŁŲ·Ų§Ų¦ŁŲŖŁŁŲ ŁŲ„ŁŁŁ ŁŁŁŁŲŖŁŁ ŲŁŲ«Ł ŁŁŲŖ Ų±Ų³ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ Ų ŁŁŲŖŲ±ŁŁŁŁŁ ŲŁŲ« ŲŖŲ±ŁŁŲ ŁŁŁŲŖŲÆŁŁ ŲØŁ ŁŁ ŁŲ¹ŁŁ ŁŲŖŲ±ŁŁŲŁŁŁŁŁŁŁ: ŁŁŲ¹ŁŁ Ų³ŁŲ©Ų ŁŲŖŲ±ŁŁŁ ŁŲ³ŁŲ©Ų ŁŁ Ų¹ ŁŲ°Ų§ ŁŁŲ§ ŁŁŁŁŲ±ŁŁ Ų¹ŁŁ Ł Ł ŲÆŲ§ŁŁ Ų¹ŁŁŁŲ ŁŁŲ§ ŁŁŲ±ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŁŲ ŁŁŲ§ ŁŲ±ŁŁŁ ŲØŲÆŲ¹Ų©Ų ŁŁŲ§ ŁŲ§Ų¹ŁŁŁŁ Ł Ų®Ų§ŁŁŲ§Ł ŁŁŲ³ŁŲ©Ų ŁŁ Ų§ ŁŲ§ ŁŁŁŁŁŲ±ŁŁ Ų¹ŁŁ Ł Ł Ų£ŁŁŲ±Ł Ų¹ŁŲÆ Ų§ŁŁŁŲ§Ų²ŁŲ ŁŁŲ§ ŁŲ±ŁŁ ŲŖŲ±ŁŁ ŲØŲÆŲ¹Ų©Ų ŁŁŲ§ ŲŖŲ§Ų±ŁŁŁ Ł Ų®Ų§ŁŁŲ§Ł ŁŁŲ³ŁŲ©Ų ŲØŁ Ł Ł ŁŁŲŖŲ ŁŁŲÆ Ų£ŲŲ³ŁŲ ŁŁ Ł ŲŖŲ±ŁŁ ŁŁŲÆ Ų£ŲŲ³Ł
āMaka, ahli hadits adalah golongan pertengahan di antara mereka (penduduk Kufah yang membidāahkan) dan golongan yang menyunnahkan qunut baik nazilah atau selainnya, mereka telah dilapangkan oleh hadits dibandingkan dua kelompok ini. Sesungguhnya mereka berqunut karena Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam melakukannya, mereka juga meninggalkannya ketika Rasulullah meninggalkannya, mereka mengikutinya baik dalam melakukan atau meninggalkannya. Mereka (para ahli hadits) mengatakan: melakukannya adalah sunah, meninggalkannya juga sunah, bersamaan dengan itu mereka tidak mengingkari orang-orang yang merutinkannya, dan tidak memakruhkan perbuatannya, tidak memandangnya sebagai bidāah, dan tidaklah pelakunya dianggap telah berselisih dengan sunnah, sebagaimana mereka juga tidak mengingkari orang-orang yang menolak qunut ketika musibah, mereka juga tidak menganggap meninggalkannya adalah bidāah, dan tidak pula orang yang meninggalkannya telah berselisih dengan sunnah, bahkan barang siapa yang berqunut dia telah berbuat baik, dan siapa yang meninggalkannya juga baik.ā (Ibid, 1/274-275)
Syaikh āAthiyah Shaqr menilai pendapat pertengahan Imam Ibnul Qayyim ini adalah pendapat yang terbaik dalam masalah qunut. (Fatawa Al Azhar, 5/9)
Para Ulama Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia
Mereka saat itu diketuai oleh Syaikh Al āAllamah Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah. Sebenarnya secara resmi Lajnah Daimah membidāahkan perilaku merutinkan qunut pada subuh, sebagaimana fatwa No. 2222. Namun, pada fatwa lainnya ā yang ditanda tangani oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Abdullah bin Maniā, Syaikh Abdullah bin Ghudyan, dan Syaikh Abdurrazzaq āAfifi- mereka pun memberikan pandangan bijak, sebagai berikut:
ŁŲØŲ§ŁŲ¬Ł ŁŲ© ŁŲŖŲ®ŲµŁŲµ ŲµŁŲ§Ų© Ų§ŁŲµŲØŲ ŲØŲ§ŁŁŁŁŲŖ Ł Ł Ų§ŁŁ Ų³Ų§Ų¦Ł Ų§ŁŲ®ŁŲ§ŁŁŲ© Ų§ŁŲ§Ų¬ŲŖŁŲ§ŲÆŁŲ©Ų ŁŁ Ł ŲµŁŁ ŁŲ±Ų§Ų” Ų„Ł Ų§Ł ŁŁŁŲŖ ŁŁ Ų§ŁŲµŲØŲ Ų®Ų§ŲµŲ© ŁŲØŁŲ§ŁŲ±ŁŁŲ¹ Ų£Ł ŲØŲ¹ŲÆŁ ŁŲ¹ŁŁŁ Ų£Ł ŁŲŖŲ§ŲØŲ¹ŁŲ ŁŲ„Ł ŁŲ§Ł Ų§ŁŲ±Ų§Ų¬Ų Ų§ŁŲ§ŁŲŖŲµŲ§Ų± ŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲŖ ŲØŲ§ŁŁŲ±Ų§Ų¦Ų¶ Ų¹ŁŁ Ų§ŁŁŁŲ§Ų²Ł ŁŁŲ·.
āMaka, secara global mengkhususkan doa qunut pada shalat subuh merupakan masalah khilafiyah ijtihadiyah. Barang siapa yang shalat di belakang imam yang berqunut subuh, baik sebelum atau sesudah ruku, maka hendaknya dia mengikutinya. Walau pun pendapat yang paling kuat adalah membatasi qunut hanya ada pada nazilah saja.ā (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyah wal Iftaā, No. 902)
Syaikh Ibnu Al āUtsaimin Rahimahullah
Beliau ditanya:
Ų¹ŁŲÆŁŲ§ Ų„Ł Ų§Ł ŁŁŁŲŖ ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© Ų§ŁŁŲ¬Ų± ŲØŲµŁŲ© ŲÆŲ§Ų¦Ł Ų© ŁŁŁ ŁŲŖŲ§ŲØŲ¹Ł Ų ŁŁŁ ŁŲ¤Ł Ł Ų¹ŁŁ ŲÆŲ¹Ų§Ų¦Ł Ų
Kami memiliki imam yang berqunut pada shalat subuh yang melakukannya secara terus menerus, apakah kami mesti mengikutinya? Dan apakah kami mesti mengaminkan doanya?
Beliau menjawab:
Ł Ł ŲµŁŁ Ų®ŁŁ Ų„Ł Ų§Ł ŁŁŁŲŖ ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© Ų§ŁŁŲ¬Ų± ŁŁŁŲŖŲ§ŲØŲ¹ Ų§ŁŲ„Ł Ų§Ł ŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲŖ ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© Ų§ŁŁŲ¬Ų± Ų ŁŁŲ¤Ł Ł Ų¹ŁŁ ŲÆŲ¹Ų§Ų¦Ł ŲØŲ§ŁŲ®ŁŲ± Ų ŁŁŲÆ ŁŲµ Ų¹ŁŁ Ų°ŁŁ Ų§ŁŲ„Ł Ų§Ł Ų£ŲŁ ŲÆ Ų±ŲŁ Ł Ų§ŁŁŁ ŲŖŲ¹Ų§ŁŁ
Barangsiapa yang shalat di belakang imam yang berqunut pada shalat subuh, maka hendaknya dia mengikuti imam berqunut pada shalat subuh, dan mengaminkan doanya dengan baik. Telah ada riwayat seperti itu dari Imam Ahmad Rahimahullah. (Syaikh Ibnu Al āUtsaimin, Majmuā Fafatwa, 14/177)
Syaikh Abdurrahman bin Abdullah Al Jibrin Rahimahullah
Beliau berpendapat jika qunut dilakukan tanpa sebab maka itu makruh, namun dia tetap menasihati agar jika ada yang melakukan karena mengikuti pendapat mazhab Syafiāi maka itu jangan ingkari.
Katanya:
ŁŲØŁŁ ŲŲ§Ł ŁŁ Ł ŁŁŲŖ ŲŖŲØŲ¹Ų§Ł ŁŁŲ“Ų§ŁŲ¹ŁŲ© ŁŁŲ§ ŁŁŁŁŲ± Ų¹ŁŁŁ Ų ŁŁŁŁ Ų§ŁŲµŲŁŲ Ų£ŁŁ ŁŲ§ ŁŲ“Ų±Ų¹ . ŁŁŁ ŁŲ«ŲØŲŖ Ų¹ŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ Ų Ų§ŁŲ§Ų³ŲŖŁ Ų±Ų§Ų± Ų¹ŁŁŁ . ŁŲ§ŁŲ£ŲøŁŲ± Ų£ŁŁ Ł ŁŲ±ŁŁ ŲØŁŲ§Ų³ŲØŲØ ŁŲ§ŁŁŁ Ų¹ŁŁ .
Bagaimana pun juga, bagi siapa saja yang berqunut karena mengikuti syafiāiyah maka jangan diingkari, tetapi yang benar adalah itu tidak disyariatkan. Tidak ada yang pasti dari Rasulullah Shallallahu āAlaihi wa Sallam bahwa beliau merutinkannya. Maka, yang nampak adalah hal itu makruh dilakukan tanpa sebab. Wallahu Aālam. (Fatawa Islamiyah, 1/454. Dikumpulkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid)
Demikian. Pemaparan ini bukanlah dalam rangka mengaburkan permasalahan, tetapi dalam rangka ā sebagaimana kata Imam Ahmad- menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghapuskan kebencian sesama kaum muslimin. Sebab, para imam yang berselisih pendapat pun memiliki sikap yang tidak melampaui batas-batas akhlak dan adab Islam dalam menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqih. Sudah selayaknya kita mengambil banyak pelajaran dari para Aāimmatil Aālam (imam-imam dunia) ini.
Nasihat Emas Imam Kaum Muslimin
Pandangan Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu āAnhu
Imam Abu Nuāaim mengutip ucapan Imam Sufyan Ats Tsauri, sebagai berikut:
Ų³ŁŁŲ§Ł Ų§ŁŲ«ŁŲ±ŁŲ ŁŁŁŁ: Ų„Ų°Ų§ Ų±Ų£ŁŲŖ Ų§ŁŲ±Ų¬Ł ŁŲ¹Ł Ł Ų§ŁŲ¹Ł Ł Ų§ŁŲ°Ł ŁŲÆ Ų§Ų®ŲŖŁŁ ŁŁŁ ŁŲ£ŁŲŖ ŲŖŲ±Ł ŲŗŁŲ±Ł ŁŁŲ§ ŲŖŁŁŁ.
āJika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.ā (Imam Abu Nuāaim al Asbahany, Hilyatul Auliyaā, 3/133)
Pandangan Imam Malik Radhiallahu āAnhu
Imam Malik ketika berkata kepada Abu Jaāfar, tatkala Ia ingin memaksa semua orang berpegang pada Al Muwathaā (himpunan hadits karya Imam Malik): āIngatlah bahwa para sahabat Rasulullah telah berpencar-pencar di beberapa wilayah. Setiap kaum memiliki ahli ilmu. Maka apabila kamu memaksa mereka dengan satu pendapat, yang akan terjadi adalah fitnah sebagai akibatnya.ā (Majmuāah Ar Rasail, Muātamar Khamis, hal. 187. Al Maktabah At Taufiqiyah)
Pandangan Imam Ahmad bin Hambal Radhiallahu āAnhu
Dalam kitab Al Adab Asy Syarāiyyah:
ŁŁŲÆ ŁŲ§Ł Ų£ŲŁ ŲÆ ŁŁ Ų±ŁŲ§ŁŲ© Ų§ŁŁ Ų±ŁŲ°Ł ŁŲ§ ŁŁŲØŲŗŁ ŁŁŁŁŁŁ Ų£Ł ŁŲŁ Ł Ų§ŁŁŲ§Ų³ Ų¹ŁŁ Ł Ų°ŁŲØŁ .ŁŁŲ§ ŁŲ“ŲÆŲÆ Ų¹ŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ł Ł ŁŁŲ§ Ų³Ł Ų¹ŲŖ Ų£ŲŁ ŲÆ ŁŁŁŁ Ł Ł Ų£Ų±Ų§ŲÆ Ų£Ł ŁŲ“Ų±ŲØ ŁŲ°Ų§ Ų§ŁŁŲØŁŲ° ŁŲŖŲØŲ¹ ŁŁŁ Ų“Ų±ŲØ Ł Ł Ų“Ų±ŲØŁ ŁŁŁŲ“Ų±ŲØŁ ŁŲŲÆŁ .
āImam Ahmad berkata dalam sebuah riwayat Al Maruzi (Al Marwadzi), tidak seharusnya seorang ahli fiqih membebani manusia untuk mengikuti mazhabnya dan tidak boleh bersikap keras kepada mereka. Berkata Muhanna, aku mendengar Ahmad berkata, āBarangsiapa yang mau minum nabidz (air perasan anggur) ini, karena mengikuti imam yang membolehkan meminumnya, maka hendaknya dia meminumnya sendiri.ā (Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syarāiyyah, Juz 1, hal. 212. Syamilah)
Para ulama beda pendapat tentang halal-haramnya air perasan anggur, namun Imam Ahmad menganjurkan bagi orang yang meminumnya, untuk tidak mengajak orang lain. Ini artinya Imam Ahmad bersikap, bahwa tidak boleh orang yang berpendapat halal, mengajak-ngajak orang yang berpendapat haram.
Nasihat Imam Yahya bin Maāin Rahimahullah
Imam Adz Dzahabi Rahimahullah berkata tentang Yahya bin Maāin:
ŁŲ§Ł Ų§ŲØŁ Ų§ŁŲ¬ŁŁŲÆ: ŁŲ³Ł Ų¹ŲŖ ŁŲŁŁŲ ŁŁŁŁ: ŲŖŲŲ±ŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲ° ŲµŲŁŲŲ ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŲ ŁŁŲ§ Ų£ŲŲ±Ł ŁŲ ŁŲÆ Ų“Ų±ŲØŁ ŁŁŁ ŲµŲ§ŁŲŁŁ ŲØŲ£ŲŲ§ŲÆŁŲ« ŲµŲŲ§ŲŲ ŁŲŲ±Ł Ł ŁŁŁ ŲµŲ§ŁŲŁŁ ŲØŲ£ŲŲ§ŲÆŁŲ« ŲµŲŲ§Ų.
Berkata Ibnu Al Junaid: āAku mendengar Yahya bin Maāin berkata: āPengharaman nabidz (air perasan anggur) adalah benar, tetapi aku no comment, dan aku tidak mengharamkannya. Segolongan orang shalih telah meminumnya dengan alasan hadits-hadits shahih, dan segolongan orang shalih lainnya mengharamkannya dengan dalil hadits-hadits yang shahih pula.ā (Imam Adz Dzahabi, Siyar Aālam an Nubala, Juz. 11, Hal. 88. Muāasasah ar Risalah, Beirut-Libanon. Cet.9, 1993M-1413H)
Nasihat Imam An Nawawi Rahimahullah
Berkata Imam an Nawawi Rahimahullah:
ŁŁŁ ŁŁ ŁŁŲ§ ŁŁŲŖŁŲ¹ŁŁŁŁŁ ŲØŁŲ§ŁŁŲ§Ų¬ŁŲŖŁŁŁŲ§ŲÆŁ ŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ¹ŁŁŁŲ§Ł ŁŁ Ł ŁŲÆŁŲ®ŁŁ ŁŁŁŁŁ Ų ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŁŁŁ Ł Ų„ŁŁŁŁŁŲ§Ų±Ł Ų ŲØŁŁŁ Ų°ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ¹ŁŁŁŁ ŁŲ§Ų”Ł . Ų«ŁŁ ŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ ŁŲ§Ų” Ų„ŁŁŁŁŁ ŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŲ±ŁŁŁŁ Ł ŁŲ§ Ų£ŁŲ¬ŁŁ ŁŲ¹Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲ§ Ų§ŁŁŁ ŁŲ®ŁŲŖŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§ Ų„ŁŁŁŁŁŲ§Ų± ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŲŁŲÆ Ų§ŁŁŁ ŁŲ°ŁŁŁŲØŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁ Ł ŁŲ¬ŁŲŖŁŁŁŲÆŁ Ł ŁŲµŁŁŲØŁ . ŁŁŁŁŲ°ŁŲ§ ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ®ŁŲŖŁŲ§Ų± Ų¹ŁŁŁŲÆ ŁŁŲ«ŁŁŲ±ŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲŁŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁ Ų£ŁŁŁŲ«ŁŲ±ŁŁ Ł . ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ°ŁŁŁŲØ Ų§ŁŁŲ¢Ų®ŁŲ± Ų§ŁŁŁ ŁŲµŁŁŲØ ŁŁŲ§ŲŁŲÆ ŁŁŲ§ŁŁŁ ŁŲ®ŁŲ·ŁŲ¦ ŲŗŁŁŁŲ± Ł ŁŲŖŁŲ¹ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§ Ų ŁŁŲ§ŁŁŲ„ŁŲ«ŁŁ Ł ŁŲ±ŁŁŁŁŲ¹ Ų¹ŁŁŁŁŁ
āDan Adapun yang terkait masalah ijtihad, tidak mungkin orang awam menceburkan diri ke dalamnya, mereka tidak boleh mengingkarinya, tetapi itu tugas ulama. Kemudian, para ulama hanya mengingkari dalam perkara yang disepakati para imam. Adapun dalam perkara yang masih diperselisihkan, maka tidak boleh ada pengingkaran di sana. Karena berdasarkan dua sudut pandang setiap mujtahid adalah benar. Ini adalah sikap yang dipilih olah mayoritas para ulama peneliti (muhaqqiq). Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa yang benar hanya satu, dan yang salah kita tidak tahu secara pasti, dan dia telah terangkat dosanya.ā (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 1/131. Mawqiā Ruh Al Islam)
Jadi, yang boleh diingkari hanyalah yang jelas-jelas bertentangan dengan nash qathāi dan ijmaā. Adapun zona ijtihadiyah, maka tidak bisa saling menganulir.
Pandangan Imam Jalaluddin As Suyuthi Rahimahullah
Ketika membahas kaidah-kaidah syariat, Imam As Suyuthi berkata dalam kitab Al Asybah wa An Nazhair:
Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų¹ŁŲÆŁŲ©Ł Ų§ŁŁŲ®ŁŲ§Ł ŁŲ³ŁŲ©Ł ŁŁŲ§ŁŲ«ŁŁŁŁŲ§Ų«ŁŁŁŁ ā ŁŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŲ±Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲ®ŁŲŖŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ų ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ ŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŲ±Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲ¬ŁŁ ŁŲ¹Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ
Kaidah yang ke-35, āTidak boleh ada pengingkaran terhadap masalah yang masih diperselisihkan. Sesungguhnya pengingkaran hanya berlaku pada pendapat yang bertentangan dengan ijmaā (kesepakatan) para ulama.ā (Imam As Suyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, Juz 1, hal. 285. Syamilah)
Pandangan Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Ketika membahas tema Kesatuan Milah dan Keragaman Syariat ia berkata:
āPokok-pokok dari Al-Qurāan, As-Sunnah dan Ijmaā adalah seperti kedudukan agama yang dimiliki oleh para nabi. Tidak seorang pun yang boleh keluar darinya, dan barangsiapa yang masuk ke dalamnya maka ia tergolong kepada ahli Islam yang murni dan mereka adalah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Adapun bervariasinya amal dan perkataan dalam syariat adalah seperti keragaman syariat di antara masing-masing Nabi. Perbedaan ini terkadang bisa pada perkara yang wajib, terkadang bisa juga pada perkara yang sunnah.ā
Beliau Rahimahullah berkata: āSesungguhnya masalah-masalah rinci dalam perkara ushul tidak mungkin disatukan di antara kelompok orang. Karena bila demikian halnya tentu tidak mungkin para sahabat, tabiāin, dan kaum salaf berselisih.ā (Imam Ibnu Taimiyah, Majmuā al Fatawa, Juz 6, hal. 56)
Katanya lagi: āKetika perluasan aktivitas dan penganekaragaman furuā (cabang)-nya semakin dituntut maka sebagai akibatnya adalah munculnya perselisihan pendapat sesuai yang cocok jiwa masing-masing pembelanya.ā (Imam Ibnu Taimiyah, Ibid, Juz. 6, hal. 58)
Ia juga berkata: āAdapun manusia yang cenderung kepada pendapat salah seorang imam atau syaikh sesuai ijtihadnya. Sebagaimana perbedaan mana yang lebih afdhal antara adzan dengan tidak adzan, dalam qamat ifrad (dibaca sekali) atau itsna (dibaca dua kali), shalat fajar itu di akhir malam atau di saat fajar, qunut subuh atau tidak, bismillah dikeraskan atau dipelankan, dan seterusnya, adalah merupakan masalah ijtihadiyah yang juga diperselisihkan para imam-imam salaf. Dan masing-masing mereka menetapkan keputusan ijtihad yang lain.ā (Imam Ibnu Taimiyah, Ibid, Juz, 20. hal. 292)
Beliau juga berkata: āIjtihad para ulama dalam masalah hukum itu seperti ijtihadnya orang yang menentukan arah kiblat. Empat orang melaksanakan shalat dan masing-masing orang menghadap kea rah yang berbeda dengan lainnya dan masing-masing meyakini bahwa kiblat ada di arah mereka. Maka shalat keempat orang itu benar adanya, sedangkan shalat yang tepat menghadap kiblat, dialah yang mendapat dua pahala.ā (Imam Ibnu Taimiyah, Ibid, Juz, 20, hal. 224)
Lihat! Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ijtihad bisa jadi benar semua, yang ada adalah yang benar dan lebih benar, mafdhul (tidak utama) dan afdhal (tidak utama). Ya, sangat berbeda antara beliau dengan orang yang mengaku-ngaku mengikuti madrasah pemikiran beliau. Tenggang rasa Imam Ibnu Taimiyah tidak berhasil diikuti oleh orang-orang keras yang mengaku mengikutinya, yang selalu memaksakan pendapatnya kepada orang lain…
Dia juga berkata: āSedangkan perkataan dan amal yang tidak diketahui secara pasti (qathāi) bertentangan dengan Kitab dan Sunnah, namun termasuk lingkup perbincangan ijtihad para ahli ilmu dan iman, bisa jadi dianggap qathāi oleh sebagian yang lain yang telah mendapat cahaya petunjuk dari Allah Taāala. Namun demikian dia tidak boleh memaksakan pendapatnya itu kepada orang lain yang belum mendapatkan apa yang dia inginkan itu.ā (Imam Ibnu Taimiyah, Ibid, Juz, 1. hal. 383-384)
Jadi, setelah Anda mengakui satu pendapat fiqih yang benar, maka peganglah baik-baik, namun jangan paksakan kepada orang lain. Karena masalah ini sangat luas dan lentur terjadi perbedaan:
āSesungguhnya perbedaan mengenai dalalah lafal dan penetapan salah satunya itu bagaikan samudera yang luas.ā (Imam Ibnu Taimiyah, Rafāul Malam, hal. 25)
Wa akhiru daāwana an alhamdulillahi rabbail āalamin ….
Wallahu Aālam.
Redaktur: Samin Barkah
Beri Nilai: