Sampai suatu kali, tiba-tiba, di tengah malam, suami membangunkan saya dari tidur, karena tiba-tiba terdengar tangisan keras sedu sedan, yang menggambarkan betapa sedihnya tangisan tersebut. Setelah tersadar bangun dari tidur, kami berdua terharu, mendengar kisah mimpiku, yang sampai membuat tangisan itu muncul.
Dalam tidur yang pulas itu, saya bermimpi suami menikah lagi, dengan seorang muslimah pejuang Palestina, yang kakinya pincang. Dari awal proses khitbah, persiapan walimatul ursy,dan segala sesuatunya, semua saya yang bersemangat untuk mengurusnya.
Tamu-tamu dari berbagai kalangan pun hadir memberikan doa keberkahan, suasana begitu indah dan ceria, sampai akhirnya semua tamu pulang, walimatul ursy telah usai, dan kini tinggallah saya di kamar sendiri. Dalam kesendirian itulah, tanpa saya sadari, dan tanpa saya inginkan, tiba-tiba tangis itu pun pecah, bukan hanya dalam mimpi, bahkan di dunia nyata, sampai suamiku terbangun. Saya tidak bisa menjawab, apakah itu tangis kegembiraan karena bersyukur punya saudara seorang muslimah Palestina, atau tangis kesedihan karena merasa sepi ditinggal sendiri…….
Poligami…oh poligami. Makanya ummi jangan suka dorong–dorong abi untuk menikah lagi. Hanya kalimat itu yang keluar dari lisan suamiku…
Saya hanya ingat ungkapan salah seorang ustadz, “POLIGAMi itu kebutuhan, maksudnya, kalau suami butuh poligami, jangan dihalangi, tapi kalau suami tidak butuh poligami, juga jangan didorong-dorong. Sepertinya jawabannya ini melegakan semua kalangan, dari kalangan suami atau kalangan istri. Sepakat?? Wallahu a’lam bishawab