Buktinya, elemen masyarakat pun turut menentang rencana pemerintah ini. Demo penolakan terus disuarakan baik oleh mahasiswa, buruh, termasuk dari wartawan.
Puluhan wartawan yang tergabung dalam SOWAK BBM (solidaritas wartawan anti kenaikan BBM) menggelar unjuk rasa menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/6/2013). Puluhan wartawan tersebut merupakan gabungan dari wartawan media cetak, elektronik, dan online.
Koordinator aksi Solidaritas Wartawan Anti Kenaikan (Sowak) BBM di depan Istana Merdeka, Suparnie mengatakan, kenaikan harga BBM hanya akan menambah beban hidup wartawan yang kesejahteraannya masih di bawah standar.
“Yang pasti BBM naik, harga-harga naik, kontrakan naik, transportasi dan operasional naik. Kenaikan harga BBM ini akan membatasi mobilitas kita dalam mencari berita,” ujar Parnie, Jakarta, Kamis (13/6).
Seperti diketahui, lanjut Parnie, selama ini kesejahteraan wartawan tidak pernah ada dalam standar gaji. Pun demikian menjadi perhatian bagi perusahaan media.
“Kini pemerintah akan menaikkan harga BBM. Wartawan bukan orang hebat, kami sama dengan buruh yang gajinya pas-pasan,” protes wartawan Radio El Shinta ini.
“Berikan dulu kesejahteraan kepada wartawan sebelum menaikan harga BBM. Jangan kegagalan negara, kami yang menanggung dosanya,” ujarnya pula.
“Ini pasti memberatkan kita semua. Kita yang berada di lapangan mengkonsumsi BBM sangat banyak. Kita ingin pemerintah juga mendengarkan aspirasi kita,” ujar Suparni.
Selain menolak kenaikan harga BBM, para wartawan tersebut juga menolak program pemerintah yang menggulirkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Aksi penolakan kenaikan BBM tersebut juga ditandai dengan aksi kepala plontos para pewarta tersebut. Aksi plontos tersebut merupakan simbol aksi membuang sial negara yang menimpakan penderitaan kepada rakyat. Parnie menginformasikan, aksi plontos rambut sudah digalang sejak dua hari lalu. (eks/sbb/tbn/rmol)