dakwatuna.com
Angin senantiasa bercanda
Berlari kian kemari meski senja gemulainya bak permaisuri
Dengan selendang sutera…
Usilnya hingga menggelitik manusia
Tatkala memeluh resah…
Tibalah iqamat angin hingga mengumpulkan debu
Yang amat malu
Merapikan shaf awan
Sampai tertawan iman
Hingga terbentanglah adzan…
Adzan hujan…
Bersama titipan rindu semesta Alam
Sebuah pelukan
Untuk sang penjaga keimanan
Ragapun memaksa
Menengadahkan wajah
Yang diselipkan lelah
Menikmati hangatnya hujan
Dalam kebasahan iman…
Yang tersirami kasih sayang ilahi
Kini…
Hujan kau adalah pelukan
Yang menghujamkan keberkahan bagi bumi
Mematahkan kalimat manusia
Antara langit dan bumi yang tak bisa bertemu
Karenamu kerinduan bumi akan langit bertemu
Dalam waktu yang penuh doa dan sabda air-Mu…
Segala puji bagimu Allah
Memeluk dengan kerinduan dan kasih sayang
Hingga setiap butiran hujan
Meresapi tanah hati yang hampir mati…
Karena menahan rindu yang terpatri
Sampai nama-MU ditemui
Pada singgasana keharuan ruh yang tak berarti
Selain izinMu yang menghampiri.
Hujan adalah panggilan
Panggilan untuk orang yang beriman
Hingga semesta pun tak berarti karena kau menawan
Menawan hati kami dengan adzan hujan….
“Allah, dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang di kehendakinya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal: lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambanya yang di kehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (Ar-Rum (40): 48)
Konten ini telah dimodifikasi pada 22/05/13 | 15:24 15:24