Menurut pengamat hukum, Margarito, sikap ini justru akan mengerdilkan kredibilitas KPK di mata publik. Lalu, apa bedanya KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya apabila masih tebang pilih dalam mengungkap suatu perkara korupsi.
“Ini berbahaya sekali. KPK harus tetap form dalam memberantas segala bentuk korupsi. Kalau tidak, KPK sendiri yang akan menghancurkan kredibilitasnya,” tandasnya
Sikap tebang pilih KPK terlihat jelas ketika menangani kasus dugaan suap impor daging sapi dan Hambalang. KPK terlihat trengginas dalam membongkar kasus suap impor daging sapi. Namun, tidak sebanding ketika KPK mengurai korupsi di proyek Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Penanganannya lamban dan cenderung tak tegas.
“Saat menyidik kasus suap impor daging sapi yang menyeret PKS, KPK begitu menggelegar. Kata anak sekarang, cetar membahana. Namun untuk korupsi Hambalang, KPK terlihat sunyi senyap. Ini ada apa? Aneh sekali,” lanjut, Senin (20/05/2013).
Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah, keengganan (KPK) menggunakan undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam korupsi proyek Hambalang, Bogor, Wajar saja kalau kemudian hal ini mengundang kecurigaan publik. Apakah KPK takut?
Margarito menantang KPK untuk berani menerapkan UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam korupsi Hambalang yang menyeret bekas Menpora Andi M Mallaranggeng.
“Wajar kalau publik termasuk saya, mempertanyakan masalah ini. Kenapa KPK tidak gunakan UU TPPU dalam kasus Hambalang. Siapa yang dilindungi KPK? Atau KPK takut,” ungkapnya, Senin (20/05/2013).
Kali ini, lanjutnya, KPK tidak bisa menghindari kesan tebang pilih dalam menangani perkara korupsi. “Dalam korupsi Hambalang, KPK belum bisa tentukan, berapa kerugian negara yang diderita. Sepertinya, KPK main-main dalam menangani korupsi Hambalang,” ujar Margarito. (ip/sbb/ind)