Jogja Memang Istimewa
dakwatuna.com – Aku sempat kaget dan lari terbirit-birit entah arah mana yang aku kejar, namun aku tetap berlari dan berlari. Aku ingin menghilang dari semua sandiwara di kolong langit biru ini. Aku ingin masuk ke dalam tempat yang terindah dimana sebelumnya tempat itu tidak ada duanya di dunia ini.
Kemudian, hari itu tiba. Hari dimana aku mengenakan jas almamater yang aku sendiri-pun bingung menafsirkan warna jas itu. Jas yang selalu ditunggu-tunggu oleh anak-anak SMA kala itu. Tanpa berpikir panjang aku pun akhirnya tetap mengenakan jas itu dan melangkah ke kampus hijau, kenapa hijau? Karena sejauh mataku memandang, aku hanya melihat daun-daun berwarna hijau yang saling bersautan tanpa ada rasa iri. Mereka menyatu. Menyatu dalam kegembiraan yang dipenuhi dengan kesyukuran. Indah memang dan aku pun terhenyak, “mungkin inilah kehidupan, semuanya saling berkomunikasi”.
Selangkah ke depan, aku menemukan sebuah tempat. Tempat yang membuatku seperti sekarang. Tempat yang hampir semua orang tersenyum di dalamnya. Tidak ada kata negatif dalam tempat tersebut. Tempat itu banyak memberikan inspirasi, bukan karena orang-orangnya tetapi karena prinsip-prinsip yang dipegangnya. Aku di sini diajarkan untuk memanusiakan manusia, manusia ya manusia, dia makhluk yang sangat sempurna dengan ketidaksempurnaannya
dan kemudian yang ada di sana hanyalah orang-orang yang selalu bermunajat kepada Sang Khaliq.– lalu aku bertanya pada diriku sendiri, kapan aku bisa seperti mereka –
– ya mungkin biarkanlah waktu yang menjawab saja dan biarkanlah rumput di halaman tempat itu tetap bergoyang –
Hitungan waktu sudah terlampau lama dan ternyata tanpa disadari aku sendiri sudah masuk dalam bagian pengurus tempat itu. “Memang inilah skenario Allah yang terindah”, ucapku dalam hati.
Sebuah kata yang tak pernah kulupakan dari seorang temanku yang sekarang aku sendiri pun sudah tak tahu tentang kabarnya dia. Dia pernah mengucapkan, “rizmun, kalo Antum pengen tahu lebih banyak, jalani saja dulu. Nanti Antum juga akan tahu sendiri”. Dan ternyata waktu sudah menjawab atas semua pertanyaan-pertanyaanku kala itu. Jogja memang tempatnya orang-orang hebat kawanku, namun dengan siapa kita berada di kota pelajar tersebut menentukan kepribadian kita – ingat itu!!! –
Rumput yang bergoyang pun sudah tersipu malu menatap wajahku… dia berbisik, “ada yang berbeda dengannya”. Aku pun lantas menjawab bahwa aku telah menemukan tarbiyah di Jogja.
Aku pun sadar segala-gala nya tidak ada di tarbiyah, tapi tarbiyah menentukan segala-galanya.
#episode 1
— Bersambung…
Konten ini telah dimodifikasi pada 18/05/12 | 12:59 12:59