dakwatuna.com –Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Gema takbir berkumandang di langit pada malam ini memberikan nuansa dan juga pemaknaan mengenai kisah-kisah heroik mengenai pengorbanan.
Kisah Nabi Ismail AS akan disembelih merupakan sebuah kisah yang luar biasa, kisah yang mengharu biru dan membuat kita terkadang berpikir keras bahwa apa yang telah kita lakukan untuk Allah tidaklah besar. Kita masih banyak mengeluh, masih banyak meminta istirahat, masih banyak mengatakan maaf sedang sibuk.. Qurban mengajarkan kita banyak hal, bukannya saja hanya memotong hewan namun ada hikmah yang bisa kita petik dari sisi historisnya. Maka wajar sekali jika kita sebagai orang beriman memahami apa korelasi Qurban dan keadaan pada dewasa ini.
Setiap tahun kita sebenarnya melakukan adegan rekonstruksi sebuah kepasrahan untuk menyerahkan hewan terbaik dalam rangka mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, dalam tataran dyar’inya tertulis bagi yang mampu…
Dari konteks bagi yang mampu saja sudah terjadi pengurangan kepahaman, yakni identik kata mampu hanya ketika pada saat itu bisa. Padahal makna mampu bukan berhenti pada kata saat ini ada atau tidak, namun mampu itu sebenarnya bisa direncanakan ataupun berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya.
Kemudian kita bisa temukan, maaf saya tidak mampu qurban saat ini, padahal deposito di bank ia punya, padahal ia mampu untuk beli rumah mewah, mobil mewah dan elektronik mewah, dan padahal ia baru jalan-jalan seminggu yang lalu dari luar negeri. Dan kini ketika ada himbauan untuk berkurban keluar kata “maaf sedang tidak punya uang”
Pertanyaan lanjutan adalah mengapa untuk sesuatu yang bernilai sementara (dunia) ia rela berjuang habis-habisan, bahkan sampai kurang tidur sekalipun, bahkan yang berisiko nyawa sekalipun, namun untuk kehidupan kekal, untuk kendaraan untuk menyeberangi jembatan mustaqim, untuk 1 bulu ada 1 kebaikan agak kurang tersadarkan…
Yang lebih aneh lagi ketika kata qurban terhenti pada ia memotong hewan, kembali cuek saat lingkungan sekitar kelaparan atau juga yang terbesar adalah ketika membiarkan nilai-nilai Islam ini semakin asing di tengah kehidupan. Hari Qurban kemudian menjadi sebatas seremoni. Padahal ada nilai lain dari itu yakni sisi pengorbanan terhadap sesuatu agar diri kita dekat dengan ALLAH SWT.
Semoga Allah memberkahi.
Redaktur: Ardne
Beri Nilai: