dakwatuna.com – Dalam Al-Qur’an Allah swt. menjelaskan bahwa kerusakan di laut dan di darat adalah karena ulah manusia. Benar, ulah manusia yang tidak bertanggung jawab akan menyebabkan kerusakan-kerusakan. Allah swt. sebenarnya telah mengatur alam ini dengan sangat rapi. Dalam surah Al-Mulk, Allah menantang manusia agar mencari bukti jika memang Allah pernah main-main dalam penciptaan langit. Lalu Allah memastikan bahwa cacat dan kekuarangan tidak mungkin ditemukan. Dari sini jelas bahwa tidak mungkin terjadi kerusakan di muka bumi kecuali penyebabnya adalah ulah manusia.
Inilah rahasia mengapa tema pokok Al-Qur’an adalah manusia. Allah swt. selalu memanggil manusia dengan berbagai redaksi: kadang dengan panggilan secara umum seperti yaa ayyuhannaas (wahai manusia), kadang lebih khusus seperti: ya ayyuhall dzaiina aamanuu (wahai orang-orang yang beriman) dan lain sebaginya. Ini semua menunjukkan bahwa manusia merupakan tema sentral Al-Qur’an. Bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an untuk membina manusia supaya berbuat baik. Supaya jauhi kedzaliman dan penyimpangan. Dalam rangka ini ajakan Allah kepada manusia bisa diringkas dalam beberpa hal berikut:
Pertama, ajakan kepada ibadah kepada Allah. Dalam surah Al-Baqarah:20, Allah memangil agar manusia beribadah hanya kepada Allah. Ibadah artinya tunduk dan patuh secara total kepada Allah. Bukan hanya tunduk secara ritual melainkan juga tunduk secara sosial. Sayangnya makna ibadah ini selalu dipersempit kepada wilayah ritual saja. Sehingga kita menyaksikan banyak orang Islam rajin beribadah, tetapi secara sosial bertindak dzalim dan mengambil hak orang lain. Berapa banyak orang yang telah melaksanakan ibadah haji sementara di saat yang sama mereka rajin korupsi. Berapa banyak orang yang setiap hari melaksanakan shalat, namun berzina menjadi kebiasaan. Ini adalah bukti nyata bahwa panggilan ibadah yang Allah ulang-ulang dalam Al-Qur’an, ternyata tidak dipahami secara komprehnsif. Akibatnya kerusakan demi kerusakan baik pada wilayah moral maupun pada dataran sosial tidak bisa dihindari.
Kedua, ajakan supaya jangan ikut syetan. Dalam surah Yasin Allah berfirman: “Bukankah Aku telah berjanji kepadamu wahai anak Adam agar jangan tunduk kepada Syetan, sesungguhnya ia adalah musuhmu yang nyata.” Allah Sang Pencipta Maha Tahu bahwa tidak ada syetan yang baik. Bahwa setiap ajakan syetan pasti mengarah kepada kerusakan. Namun ajakan ini seringkali diabaikan. Sungguh tak bisa dipungkiri bahwa hari demi hari manusia pengikut syetan semakin banyak. Bahwa bila disensus jumlah pengikut syetan lebih banyak dari jumlah pengikut Allah. Bila demikian kenyataannya maka kerusakan tidak akan bisa dibendung. Dari sini jelas, bahwa kerusakan yang terjadi di tengah manusia adalah karena manusia sendiri tidak mau jujur patuh kepada Allah, melainkan hanya basa-basi mengaku beriman kepada-Nya, sementara di saat yang sama syetan tetap dijadikan pemimpinnya.
Ketiga, ajakan agar kendalikan nafsu. Dalam surah An-Nazi’at Allah swt. menjelaskan bahwa jalan ke surga adalah jujur takut kepada Allah dan bersungguh-sungguh kendalikan nafsu. Dan kita semua tahu bahwa kerusakan di muka bumi adalah karena banyak manusia tunduk di bawah kendali nafsunya. Akibatnya kita menyaksikan kebinatangan meraja lela. Dengan menyebarnya kebinatangan ini, kemanusiaan tersingkirkan. Bila bencana kebinatangan ini menimpa para pemimpin suatu bangsa, maka tidak mustahil yang menjadi korban adalah rakyat. Karena itu, ibadah mengendalikan nafsu dalam Islam sangat penting. Bahkan di antara rukun Islam adalah ibadah puasa yang intinya kendalikan nafsi. Sungguh suatu keniscayaan bahwa ibadah kendalikan nafsu ini diteladani pertama kali oleh para pemimpin. Suatu langkah yang selama ini hanya harapan dan belum tercapai. Itulah rahasia terjadinya kerusakan yang tidak pernah selesai. Wallahu a’lam bisshawab.
Redaktur: Ardne
Beri Nilai: